Pengalaman
pahit yang dirasakan oleh kaum Quraisy dalam perang Badar telah menyisakan luka
mendalam nan menyakitkan. Betapa tidak, walaupun jumlah mereka jauh lebih besar
dan perlengkapan perang mereka lebih memadai, namun ternyata mereka harus
menanggung kerugian materi yang tidak sedikit.
Dan yang lebih menyakitkan mereka adalah hilangnya para tokoh mereka. Rasa sakit ini, ditambah lagi dengan tekad untuk mengembalikan pamor Suku Quraisy yang telah terkoyak dalam Perang Badar, mendorong mereka melakukan aksi balas dendam terhadap kaum Muslimin. Sehingga terjadilah beberapa peperangan setelah Perang Badar. Perang Uhud termasuk di antara peperangan dahsyat yang terjadi akibat api dendam ini. Disebut perang Uhud karena perang ini berkecamuk di dekat gunung Uhud. Sebuah gunung dengan ketinggian 128 meter kala itu, sedangkan sekarang ketinggiannya hanya 121 meter. Bukit ini berada di sebelah utara Madinah dengan jarak 5,5 km dari Masjid Nabawi.
Dan yang lebih menyakitkan mereka adalah hilangnya para tokoh mereka. Rasa sakit ini, ditambah lagi dengan tekad untuk mengembalikan pamor Suku Quraisy yang telah terkoyak dalam Perang Badar, mendorong mereka melakukan aksi balas dendam terhadap kaum Muslimin. Sehingga terjadilah beberapa peperangan setelah Perang Badar. Perang Uhud termasuk di antara peperangan dahsyat yang terjadi akibat api dendam ini. Disebut perang Uhud karena perang ini berkecamuk di dekat gunung Uhud. Sebuah gunung dengan ketinggian 128 meter kala itu, sedangkan sekarang ketinggiannya hanya 121 meter. Bukit ini berada di sebelah utara Madinah dengan jarak 5,5 km dari Masjid Nabawi.
WAKTU KEJADIAN
Para Ahli Sirah sepakat bahwa perang ini terjadi pada bulan Syawwâl tahun ketiga hijrah Rasulullâh Salallahu ‘Alaihi Wassalam ke Madinah. Namun mereka berselisih tentang harinya. Pendapat yang yang paling masyhûr menyebutkan bahwa perang ini terjadi pada hari Sabtu, pertengahan bulan Syawwal.
PENYEBAB PERANG
Di samping perang ini dipicu oleh api dendam sebagaimana disebutkan diawal, ada juga penyebab lain yang tidak kalah pentingnya yaitu misi menyelamatkan jalur bisnis mereka ke Syam dari kaum Muslimin yang dianggap sering mengganggu. Mereka juga berharap bisa memusnahkan kekuatan kaum Muslimin sebelum menjadi sebuah kekuatan yang dikhawatirkan akan mengancam keberadaan Quraisy.
Inilah beberapa motivasi yang melatarbelakangi penyerangan yang dilakukan oleh kaum Quraisy terhadap kaum Muslimin di Madinah.
JUMLAH PASUKAN
Kaum Quraisy sejak dini telah mempersiapkan pasukan mereka. Barang dagangan dan keuntungan yang dihasilkan oleh Abu Sufyân beserta rombongan yang selamat dari sergapan kaum Muslimin dikhususkan untuk bekal pasukan mereka dalam perang Uhud. Untuk menyukseskan misi mereka dalam perang Uhud ini, kaum Quraisy berhasil mengumpulkan 3 ribu pasukan yang terdiri dari kaum Quraisy dan suku-suku yang loyal kepada Quraisy seperti Bani Kinânah dan penduduk Tihâmah. Mereka memiliki 200 pasukan berkuda dan 700 pasukan yang memakai baju besi. Mereka mengangkat Khâlid bin al-Walîd sebagai komandan sayap kanan, sementara sayap kiri di bawah komando Ikrimah bin Abu Jahl.
Mereka juga mengajak beberapa orang wanita untuk membangkitkan semangat pasukan Quraisy dan menjaga mereka supaya tidak melarikan diri. Sebab jika ada yang melarikan diri, dia akan dicela oleh para wanita ini. Tentang jumlah wanita ini, para Ahli Sirah berbeda pendapat. Ibnu Ishâq rahimahullah menyebutkan bahwa jumlah mereka 8 orang, al-Wâqidi rahimahullah menyebutkan 14 orang, sedangkan Ibnu Sa’d rahimahullah menyebutkan 15 wanita.
MIMPI RASÛLULLÂH SHALLALLÂHU 'ALAIHI WASALLAM
Sebelum peperangan ini berkecamuk, Rasûlullâh Shallallâhu 'Alaihi Wasallam diperlihatkan peristiwa yang akan terjadi dalam perang ini melalui mimpi. Rasûlullâh Shallallâhu 'Alaihi Wasallam menceritakan mimpi ini kepada para Sahabat. Beliau Rasûlullâh Shallallâhu 'Alaihi Wasallam bersabda:
“Saya bermimpi mengayunkan pedang lalu pedang itu patah
ujungnya. Itu (isyarat-pent) musibah yang menimpa kaum Muslimin dalam Perang
Uhud. Kemudian saya ayunkan lagi pedang itu lalu pedang itu baik lagi, lebih
baik dari sebelumnya. Itu (isyarat –pent-) kemenangan yang Allah Ta’ala
anugerahkan dan persatuan kaum Muslimin. Dalam mimpi itu saya juga melihat sapi
–Dan apa yang Allah lakukan itu adalah yang terbaik- Itu (isyarat) terhadap
kaum Muslimin (yang menjadi korban) dalam perang Uhud. Kebaikan adalah kebaikan
yang Allah Ta’ala anugerahkan dan balasan kejujuran yang Allah Ta’ala
karuniakan setelah perang Badar”.
Rasûlullâh Shallallâhu 'Alaihi Wasallam menakwilkan mimpi Beliau ini dengan kekalahan dan kematian yang akan terjadi dalam Perang Uhud.
Saat mengetahui kedatangan Quraisy untuk menyerbu kaum Muslimin di Madinah, Rasûlullâh Shallallâhu 'Alaihi Wasallam mengajak para Sahabat bermusyawarah untuk mengambil tindakan terbaik. Apakah mereka tetap tinggal di Madinah menunggu dan menyambut musuh di kota Madinah ataukah mereka akan menyongsong musuh di luar Madinah?
Rasûlullâh Shallallâhu 'Alaihi Wasallam cenderung mengajak
para Sahabat bertahan di Madinah dan melakukan perang kota, namun sekelompok
kaum Anshâr radhiallahu'anhum mengatakan,
“Wahai Nabiyullâh! Sesungguhnya kami benci berperang di
jalan kota Madinah. Pada jaman jahiliyah kami telah berusaha menghindari peperangan
(dalam kota), maka setelah Islam kita lebih berhak untuk menghindarinya.
Cegatlah mereka (di luar Madinah) !"
Rasûlullâh Shallallâhu 'Alaihi Wasallam bersiap untuk
berangkat. Beliau mengenakan baju besi dan segala peralatan perang. Setelah
menyadari keadaan, para Sahabat saling menyalahkan. Akhirnya, mereka
mengatakan:
“Rasûlullâh Shallallâhu 'Alaihi Wasallam menawarkan sesuatu,
namun kalian mengajukan yang lain. Wahai Hamzah, temuilah Rasûlullâh
Shallallâhu 'Alaihi Wasallam dan katakanlah, “Kami mengikuti pendapatmu”".
Hamzah radhiallahu’anhu pun datang menemui Rasûlullâh
Shallallâhu 'Alaihi Wasallam dan mengatakan, ‘Wahai Rasulullâh, sesungguhnya
para pengikutmu saling menyalahkan dan akhirnya mengatakan, ‘Kami mengikuti
pendapatmu.’ Mendengar ucapan paman beliau ini, Rasulullâh Salallahu ‘Alaihi
Wassalam bersabda :
‘Sesungguhnya jika seorang Nabi sudah mengenakan peralatan
perangnya, maka dia tidak akan menanggalkannya hingga terjadi peperangan’.
Keputusan musyawarah tersebut adalah menghadang musuh di luar kota Madinah. Ibnu Ishâq rahimahullah dan yang lainnya menyebutkan bahwa ‘Abdullâh ibnu Salûl setuju dengan pendapat Rasûlullâh Shallallâhu 'Alaihi Wasallam untuk tetap bertahan di Madinah. Sementara at-Thabari membawakan riwayat yang berlawanan dengan riwayat Ibnu Ishâq rahimahullah, namun dalam sanad yang kedua ini ada orang yang tertuduh dan sering melakukan kesalahan. Oleh karena itu, al-Bâkiri dalam tesisnya lebih menguatkan riwayat yang dibawakan oleh Ibnu Ishâq rahimahullah.
Para Ulama Ahli Sirah menyebutkan bahwa yang memotivasi para Sahabat untuk menyongsong musuh di luar Madinah yaitu keinginan untuk menunjukkan keberanian mereka di hadapan musuh, juga keinginan untuk turut andil dalam jihad, karena mereka tidak mendapat kesempatan untuk ikut dalam Perang Badar.
Sementara, Rasûlullâh Shallallâhu 'Alaihi Wasallam lebih memilih untuk tetap tinggal dan bertahan di Madinah, karena Beliau ingin memanfaatkan bangunan-bangunan Madinah serta memanfaatkan orang-orang yang tinggal di Madinah.
PELAJARAN DARI KISAH
Kaum Muslimin yang sedang berada di daerah, jika diserbu oleh musuh, maka mereka tidak wajib menyongsong kedatangan musuh. Mereka boleh tetap memilih bertahan di rumah-rumah mereka dan memerangi musuh di sana. Ini jika strategi ini diharapkan lebih mudah untuk mengalahkan musuh. Hal ini sebagaimana yang diisyaratkan oleh Rasûlullâh Shallallâhu 'Alaihi Wasallam dalam Perang Uhud.
Diposkan
9th March 2012 oleh Nadya Alawiyah
0
Tambahkan komentar
PERANG BADAR
Selama tigabelas tahun berada di Makkah, umat Islam tidak diperkenankan untuk melawan walaupun mereka telah dianiaya dan diusir dari tempat tinggal mereka sendiri. Setelah Nabi Muhammad SAW hijrah dari Makkah ke Madinah, beliau mengadakan hubungan dengan Non-Muslim dalam bentuk perjanjian-perjanjian dan beliau juga meletakkan dasar-dasar Khilafah Islamiyah.
Peperangan Badar merupakan perang pertama dalam sejarah Islam, dimana lawan berjumlah tiga kali lebih banyak daripada orang-orang mukmin. Pasukan Muslim pada waktu itu berjumlah 313 orang, 70 ekor onta, 2 ekor kuda, dan 8 bilah pedang. Pada waktu itu Nabi Muhammad SAW berbagi onta dengan Abu Lubaba RA, dan Ali bin Abi Thalib RA pun berbagi tunggangan sebagaimana umat Muslim yang lain. Adapun pihak lawan, terdiri atas 1000 pasukan bersenjata lengkap, 700 ekor onta, dan 100 ekor kuda.
Marilah kita membahas beberapa peristiwa yang terjadi sebelum, selama, dan setelah pertempuran, untuk memetik berbagai pelajaran dari perang ini.
Sebelum pertempuran, Nabi Muhammad SAW dalam keadaan sangat khawatir dan karenanya beliau berdo’a memohon pertolongan Allah SWT, karena jika kaum Muslim terkalahkan maka akan sangat beratlah bagi Muslim yang tersisa untuk mengemban tugas dari Allah SWT. Kesedihan ini tergambarkan dalam Firman Allah SWT, Surat Al-Anfal Ayat 9, 10.
Ketika kamu memohon pertolongan kepada Rabb (Tuhan)-mu, lalu dikabulkan-Nya bagimu, “Sesungguhnya Aku (Allah SWT) akan mendatangkan bantuan kepadamu seribu malaikat yang datang bersambungan.” Dan tidaklah hal itu dijadikan oleh Allah untukmu kecuali sebagai berita gembira dan untuk menenteramkan hatimu. Dan tiada lain kemenangan itu kecuali datang dari Allah. Sesungguhnya Allah Maha Perkasa lagi Maha bijaksana.
Allah SWT menyatakan bahwa bantuan berupa pasukan malaikat itu adalah untuk memberikan bukti lahiriah yang menenteramkan hati orang-orang beriman. Tetapi selanjutnya Allah SWT menegaskan, janganlah menganggap bahwa kemenangan itu karena pertolongan malaikat. Karena sesungguhnya kemenangan dan pertolongan itu datangnya dari Allah SWT semata, yang telah berkenan mengirimkan pasukan malaikat tersebut.
Para malaikat itu diperintah oleh Allah SWT untuk melakukan apa saja seperti Firman-Nya dalam Surat Al-Anfal Ayat 12:
Ketika Allah mewahyukan kepada para malaikat, “Sesungguhnya Aku beserta kamu sekalian, maka teguhkanlah (hati) orang-orang beriman. Akan Aku timpakan kedalam hati orang-orang kafir rasa ketakutan. Maka tebaslah leher mereka dan juga jari-jemari mereka.
Dari Ayat ini kita memperoleh pengetahuan bahwa para malikat itu tidak hanya menguatkan hati dan meneguhkan pendirian orang-orang mukmin, melainkan juga berperan aktif secara fisik dalam pertempuran. Abu Dawud Mazani dan Suhail bin Hanif meriwayatkan bahwa, “Ketika kami baru mengarahkan pedang kami kepada lawan, leher mereka telah terpenggal sebelum pedang kami menyentuh mereka.” Adalah kenyataan bahwa para malaikat itupun melaksanakan tugas bertempur. Ayat 50 dari Surat Al-Anfal menguraikan lebih jauh bagaimana kiprah para malaikat di medan pertempuran itu:
Dan Jika saja kamu dapat menyaksikan ketika para malaikat itu mencabut jiwa orang-orang kafir itu, dihantamnya wajah-wajah mereka dan punggung-punggung mereka seraya berkata, “Rasakanlah olehmu siksaan api yang membakar.”
Ayat ini menerangkan, bahwa ketika para malaikat memisahkan jiwa orang-orang kafir itu dari tubuh mereka, mereka pun disiksa dengan pukulan cambuk besi yang panas membara ke wajah dan punggung mereka. Allah SWT menjelaskan lebih lanjut dalam ayat selanjutnya (Al-Anfaal Ayat 51);
Demikian itu terjadi akibat perbuatanmu sendiri, Dan sungguh Allah tak sekali-kali hendak menganiaya hamba-hamba-Nya.
Juga diterangkan didalam Surat Al-Anfaal Ayat 14,
Rasakanlah kini olehmu siksa ini, dan sungguh bagi orang-orang kafir kelak (di akhirat ada lagi) siksa api neraka.
Maka kita dapatkan kesimpulan disini, bahwa pada waktu ‘Sakaratul-maut’ (saat manusia meregang nyawa) adalah saat yang teramat sangat menyusahkan bagi orang-orang yang tidak beriman, mereka mendapat siksa karena perbuatan mereka menentang Allah SWT dan Rasul-Nya. Dan barangsiapa menentang Allah SWT dan Rasulullah SAW, maka Allah akan menimpakan siksa yang teramat pedih kepadanya.
Pada waktu itu, banyak lagi mukjizat lain yang terjadi sebelum berlangsungnya pertempuran. Misalnya, Nabi Muhammad SAW memperoleh gambaran melalui mimpi-mimpi, sebagaimana terdapat dalam Surat Al-Anfal Ayat 43 dimana Allah SWT berfirman:
Ketika Allah memperlihatkan kepadamu didalam mimpimu bahwa mereka (musuhmu) itu berjumlah sedikit. Dan sekiranya mereka diperlihatkan kepadamu berjumlah banyak tentulah kamu menjadi gentar dan akan terjadi perdebatan diantara kamu sekalian dalam urusan ini. Namun Allah menyelamatkanmu dari hal sedemikian. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui isi-hatimu.
Walaupun musuh berjumlah lebih besar, Allah SWT memperlihatkan kepada Nabi Muhammad SAW bahwa musuh berjumlah kecil dalam mimpi beliau. Karena jika Allah SWT memperlihatkan jumlah yang besar maka tentulah Nabi SAW berbagi informasi dengan para sahabat, dan hal ini akan menimbulkan perbedaan pendapat diantara mereka. Ketidak-sepahaman, kapanpun dan dimanapun mempunyai akibat buruk. Ketidak-sepahaman di medan pertempuran adalah yang paling mengakibatkan kekacauan. Maka Allah SWT menyelamatkan orang-orang mukmin dari kekacauan itu dengan mukjizat-Nya melalui mimpi Rasulullah SAW.
Mukjizat yang lain terjadi ketika pertempuran berlangsung, sebagaimana dikisahkan dalam firman Allah SWT didalam kitab suci Al-Qur’an, Surat Al-Anfaal ayat 44.
Dan didalam pertempuran, nampak bagi kamu (orang-orang mukmin) bahwa mereka berjumlah sedikit, begitu juga mereka (orang-orang kafir) melihatmu berjumlah sedikit. Demikian itu agar Allah dapat menyelesaikan urusan yang harus dituntaskan-Nya. Sesungguhnya, kepada Allah sajalah kembalinya segala urusan.
Orang-orang beriman telah mengalami mukjizat di medan pertempuran. Dalam penglihatan mereka musuh berjumlah sedikit, hal inilah yang membuat mereka memiliki keberanian. Bagaimanapun, kebijaksanaan Allah SWT memperlihatkan yang sedemikian juga jumlah orang-orang mukmin dimata orang-orang kafir adalah agar orang-orang kafir bergegas memasuki medan laga sehingga dapat merasakan siksa Allah SWT.
Peristiwa menarik lainnya selama terjadinya pertempuran adalah kehadiran Syeitan dalam wujud Surakah bin Malik, pemimpin Banu Bakr, bergabung dengan pasukan kafir. Syeitan menjadikan perbuatan jahat orang-orang kafir tampak wajar bagi diri mereka, dan mengobarkan semangat tempur orang-orang kafir dengan perkataan yang dijelaskan AllahSWT didalam Surat Al-Anfal Ayat 48,
Dan syeitan menjadikan mereka memandang baik perbuatan mereka, dan mengatakan: “Tak seorang manusiapun yang bisa menang melawan kalian pada hari ini, dan akulah pelindung kalian.” Ketika pasukan kedua belah pihak sudah saling berhadap-hadapan, syeitan berbalik arah melarikan diri seraya berkata, “Sesungguhnya aku berlepas diri dari kalian, aku melihat (pasukan malaikat) apa yang tidak bisa kalian lihat. Sesungguhnya aku takut kepada Allah. Dan Allah sangat keras siksanya.”
Kaum Muslim memenangkan pertempuran itu, namun Allah SWT menerangkan bahwa itu semua perbuatan Allah SWT, sebagaimana firman-Nya dalam bagian awal Surat Al-Anfal Ayat 17:
Maka, (yang sebenarnya) bukanlah kamu yang membunuh mereka, adalah Allah yang membunuh mereka, sesungguhnya bukanlah kamu yang melempar ketika kamu melempar, adalah Allah yang melempar mereka.
Disini Allah SWT menegaskan kepada Rasulullah SAW dan para sahabat bahwa, mereka tidak boleh menganggap kemenangan itu adalah hasil perjuangan mereka. Kemenangan itu berasal dari Allah SWT.
Kita juga diingatkan oleh Allah SWT bahwa ketika Rasulullah SAW meraup debu dan kerikil kemudian dilemparkan kearah lawan, dan berubah menjadi badai debu yang mengenai mata orang-orang kafir, sehingga mereka berlarian menghindar. Berubahnya segenggam debu menjadi badai debu ini adalah karena pertolongan Allah SWT, maka dari itu keseluruhan penaklukan pasukan kafir itu adalah berkat pertolongan Allah SWT semata.
Menjelang berakhirnya perang, pasukan Muslim terbagi dalam tiga kelompok. Satu kelompok mengejar pasukan kafir yang melarikan diri agar tidak kembali lagi. Kelompok ke-dua mulai mengumpulkan sisa-sisa perang yang berserakan di arena pertempuran, mereka ini muslim yang miskin dan begitu gembira mendapatkan aneka barang milik musuh yang kaya yang ditinggalkan di medan pertempuran. Adapun kelompok ke-tiga berdiri mengelilingi Nabi Muhammad SAW, berjaga-jaga jika saja ada seorang musuh yang menyelinap hendak mencelakai Rasulullah SAW. Ketika tiga kelompok ini berkumpul lagi di malam hari, timbul permasalahan diantara mereka perihal pembagian harta sisa perang. Kelompok pengumpul menganggap itu adalah hak mereka mengingat merekalah yang memungut harta-benda itu langsung dari arena pertempuran.
Kelompok yang lain berpendapat bahwa sudah selayaknya mereka mendapat bagian mengingat merekalah yang memungkinkan adanya kesempatan kelompok lain mengumpulkan harta-benda yang ditinggalkan musuh, sementara mereka mengejar-ngejar musuh yang berlarian menyelamatkan diri. Kelompok ke-tiga mengatakan bahwa merekapun berhak atas pembagian harta itu karena mereka telah melakukan hal terpenting, yakni melindungi Nabi Muhammad SAW. Sebagaimana diriwayatkan oleh Ubadah bin Samit RA, bahwa ini adalah persoalan serius sehingga diantara mereka mulai bertingkah tidak lagi saling menghargai satu sama lain. Sejauh itu belum ada perintah perihal pembagian harta sisa ini. Pada umat-umat terdahulu, mereka dilarang memanfaatkan harta sisa perang. Biasanya mereka menyusun harta itu membentuk tiang sehingga jika petir menyambar dan membakar tumpukan harta-benda itu, itulah pertanda bahwa perjuangan (jihad) mereka diterima.
Allah SWT mewahyukan perintah pembagian harta sisa perang itu secara terperinci kepada Nabi Muhammad SAW. Ini terdapat didalam Surat Al-Anfal. Segera setelah para sahabat hadir untuk mengetahui isi petunjuk Allah SWT ini, perbedaan pendapat diantara mereka pun sirna. Harta itu dibagikan kepada semua yang berpartisipasi dalam pertempuran sesuai dengan petunjuk Allah SWT. Hal ini merupakan kemurahan Allah SWT sebagai hadiah untuk umat Nabi Muhammad SAW, berupa kenikmatan dan penghargaan kepada mereka dengan dijinkan-Nya memanfaatkan harta-benda yang tersisa dari peperangan. Peristiwa ini juga mengajarkan kepada kita bagaimana para sahabat Rasulullah SAW pada waktu itu bersatu-padu penuh semangat dalam mengikuti petunjuk dari Allah SWT.
Menurut seorang ahli sejarah non-muslim, Perang Badar adalah perang yang sangat penting dalam sejarah kehidupan manusia, karena berdampak jangka panjang terhadap sejarah kemanusiaan.
Sampai disini, kita telah banyak melihat kembali mukjizat-mujizat yang terjadi selama terjadinya perang Badar, dan bagaimana pertolongan Allah SWT datang kepada orang-orang yang teguh keimanannya. Seorang penyair Urdu menuliskan dengan sangat indah mengenai kekagumannya terhadap perang Badar,
“ Jika kamu (bisa) menghadirkan lagi suasana Badar, para malaikat masih bisa berdatangan baris demi baris untuk memberikan pertolongan bagimu.”
Saya berdo’a semoga Allah SWT menolong kita untuk mengikuti jejak Nabi Muhammad SAW dan para sahabat beliau, dan semoga kita dianugerahi-Nya keberhasilan sebagaimana yang telah dianugerahkan-Nya kepada para mujahid Perang Badar. Amiin.
---------------------------------------------------------------------------------
PERINGATAN MENDESAK!
Kesalahan-kesalahan yang sering terjadi ketika bersuci dengan air (Wudlu’):
1. Siku masih kering (belum terbasuh air)
2. Pergelangan kaki masih kering (tidak terbasuh air)
3. Ingatlah bahwa tanpa wudlu’ yang sempurna maka shalat tidak sah.
Kesalahan-kesalahan yang sering terjadi didalam shalat:
1. Duduk diantara dua sujud hendaklah sempurna (harus ada jeda waktu)
2. Ketika sujud, jangan mengangkat telapak kaki walau sejenak. Begitu pula hidung harus menyentuh lantai selama sujud.
3. Untuk Lelaki, sewaktu sujud siku harus tidak menempel di lantai.
4. Jangan bergerak mendahului Imam.
5. Berdirilah setegak mungkin pada waktu i’tidal (berdiri setelah ruku’).
6. Jangan berlari sewaktu akan bergabung dalam shalat berjama’ah.
---------------------------------------------------------------------------------
Selama tigabelas tahun berada di Makkah, umat Islam tidak diperkenankan untuk melawan walaupun mereka telah dianiaya dan diusir dari tempat tinggal mereka sendiri. Setelah Nabi Muhammad SAW hijrah dari Makkah ke Madinah, beliau mengadakan hubungan dengan Non-Muslim dalam bentuk perjanjian-perjanjian dan beliau juga meletakkan dasar-dasar Khilafah Islamiyah.
Peperangan Badar merupakan perang pertama dalam sejarah Islam, dimana lawan berjumlah tiga kali lebih banyak daripada orang-orang mukmin. Pasukan Muslim pada waktu itu berjumlah 313 orang, 70 ekor onta, 2 ekor kuda, dan 8 bilah pedang. Pada waktu itu Nabi Muhammad SAW berbagi onta dengan Abu Lubaba RA, dan Ali bin Abi Thalib RA pun berbagi tunggangan sebagaimana umat Muslim yang lain. Adapun pihak lawan, terdiri atas 1000 pasukan bersenjata lengkap, 700 ekor onta, dan 100 ekor kuda.
Marilah kita membahas beberapa peristiwa yang terjadi sebelum, selama, dan setelah pertempuran, untuk memetik berbagai pelajaran dari perang ini.
Sebelum pertempuran, Nabi Muhammad SAW dalam keadaan sangat khawatir dan karenanya beliau berdo’a memohon pertolongan Allah SWT, karena jika kaum Muslim terkalahkan maka akan sangat beratlah bagi Muslim yang tersisa untuk mengemban tugas dari Allah SWT. Kesedihan ini tergambarkan dalam Firman Allah SWT, Surat Al-Anfal Ayat 9, 10.
Ketika kamu memohon pertolongan kepada Rabb (Tuhan)-mu, lalu dikabulkan-Nya bagimu, “Sesungguhnya Aku (Allah SWT) akan mendatangkan bantuan kepadamu seribu malaikat yang datang bersambungan.” Dan tidaklah hal itu dijadikan oleh Allah untukmu kecuali sebagai berita gembira dan untuk menenteramkan hatimu. Dan tiada lain kemenangan itu kecuali datang dari Allah. Sesungguhnya Allah Maha Perkasa lagi Maha bijaksana.
Allah SWT menyatakan bahwa bantuan berupa pasukan malaikat itu adalah untuk memberikan bukti lahiriah yang menenteramkan hati orang-orang beriman. Tetapi selanjutnya Allah SWT menegaskan, janganlah menganggap bahwa kemenangan itu karena pertolongan malaikat. Karena sesungguhnya kemenangan dan pertolongan itu datangnya dari Allah SWT semata, yang telah berkenan mengirimkan pasukan malaikat tersebut.
Para malaikat itu diperintah oleh Allah SWT untuk melakukan apa saja seperti Firman-Nya dalam Surat Al-Anfal Ayat 12:
Ketika Allah mewahyukan kepada para malaikat, “Sesungguhnya Aku beserta kamu sekalian, maka teguhkanlah (hati) orang-orang beriman. Akan Aku timpakan kedalam hati orang-orang kafir rasa ketakutan. Maka tebaslah leher mereka dan juga jari-jemari mereka.
Dari Ayat ini kita memperoleh pengetahuan bahwa para malikat itu tidak hanya menguatkan hati dan meneguhkan pendirian orang-orang mukmin, melainkan juga berperan aktif secara fisik dalam pertempuran. Abu Dawud Mazani dan Suhail bin Hanif meriwayatkan bahwa, “Ketika kami baru mengarahkan pedang kami kepada lawan, leher mereka telah terpenggal sebelum pedang kami menyentuh mereka.” Adalah kenyataan bahwa para malaikat itupun melaksanakan tugas bertempur. Ayat 50 dari Surat Al-Anfal menguraikan lebih jauh bagaimana kiprah para malaikat di medan pertempuran itu:
Dan Jika saja kamu dapat menyaksikan ketika para malaikat itu mencabut jiwa orang-orang kafir itu, dihantamnya wajah-wajah mereka dan punggung-punggung mereka seraya berkata, “Rasakanlah olehmu siksaan api yang membakar.”
Ayat ini menerangkan, bahwa ketika para malaikat memisahkan jiwa orang-orang kafir itu dari tubuh mereka, mereka pun disiksa dengan pukulan cambuk besi yang panas membara ke wajah dan punggung mereka. Allah SWT menjelaskan lebih lanjut dalam ayat selanjutnya (Al-Anfaal Ayat 51);
Demikian itu terjadi akibat perbuatanmu sendiri, Dan sungguh Allah tak sekali-kali hendak menganiaya hamba-hamba-Nya.
Juga diterangkan didalam Surat Al-Anfaal Ayat 14,
Rasakanlah kini olehmu siksa ini, dan sungguh bagi orang-orang kafir kelak (di akhirat ada lagi) siksa api neraka.
Maka kita dapatkan kesimpulan disini, bahwa pada waktu ‘Sakaratul-maut’ (saat manusia meregang nyawa) adalah saat yang teramat sangat menyusahkan bagi orang-orang yang tidak beriman, mereka mendapat siksa karena perbuatan mereka menentang Allah SWT dan Rasul-Nya. Dan barangsiapa menentang Allah SWT dan Rasulullah SAW, maka Allah akan menimpakan siksa yang teramat pedih kepadanya.
Pada waktu itu, banyak lagi mukjizat lain yang terjadi sebelum berlangsungnya pertempuran. Misalnya, Nabi Muhammad SAW memperoleh gambaran melalui mimpi-mimpi, sebagaimana terdapat dalam Surat Al-Anfal Ayat 43 dimana Allah SWT berfirman:
Ketika Allah memperlihatkan kepadamu didalam mimpimu bahwa mereka (musuhmu) itu berjumlah sedikit. Dan sekiranya mereka diperlihatkan kepadamu berjumlah banyak tentulah kamu menjadi gentar dan akan terjadi perdebatan diantara kamu sekalian dalam urusan ini. Namun Allah menyelamatkanmu dari hal sedemikian. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui isi-hatimu.
Walaupun musuh berjumlah lebih besar, Allah SWT memperlihatkan kepada Nabi Muhammad SAW bahwa musuh berjumlah kecil dalam mimpi beliau. Karena jika Allah SWT memperlihatkan jumlah yang besar maka tentulah Nabi SAW berbagi informasi dengan para sahabat, dan hal ini akan menimbulkan perbedaan pendapat diantara mereka. Ketidak-sepahaman, kapanpun dan dimanapun mempunyai akibat buruk. Ketidak-sepahaman di medan pertempuran adalah yang paling mengakibatkan kekacauan. Maka Allah SWT menyelamatkan orang-orang mukmin dari kekacauan itu dengan mukjizat-Nya melalui mimpi Rasulullah SAW.
Mukjizat yang lain terjadi ketika pertempuran berlangsung, sebagaimana dikisahkan dalam firman Allah SWT didalam kitab suci Al-Qur’an, Surat Al-Anfaal ayat 44.
Dan didalam pertempuran, nampak bagi kamu (orang-orang mukmin) bahwa mereka berjumlah sedikit, begitu juga mereka (orang-orang kafir) melihatmu berjumlah sedikit. Demikian itu agar Allah dapat menyelesaikan urusan yang harus dituntaskan-Nya. Sesungguhnya, kepada Allah sajalah kembalinya segala urusan.
Orang-orang beriman telah mengalami mukjizat di medan pertempuran. Dalam penglihatan mereka musuh berjumlah sedikit, hal inilah yang membuat mereka memiliki keberanian. Bagaimanapun, kebijaksanaan Allah SWT memperlihatkan yang sedemikian juga jumlah orang-orang mukmin dimata orang-orang kafir adalah agar orang-orang kafir bergegas memasuki medan laga sehingga dapat merasakan siksa Allah SWT.
Peristiwa menarik lainnya selama terjadinya pertempuran adalah kehadiran Syeitan dalam wujud Surakah bin Malik, pemimpin Banu Bakr, bergabung dengan pasukan kafir. Syeitan menjadikan perbuatan jahat orang-orang kafir tampak wajar bagi diri mereka, dan mengobarkan semangat tempur orang-orang kafir dengan perkataan yang dijelaskan AllahSWT didalam Surat Al-Anfal Ayat 48,
Dan syeitan menjadikan mereka memandang baik perbuatan mereka, dan mengatakan: “Tak seorang manusiapun yang bisa menang melawan kalian pada hari ini, dan akulah pelindung kalian.” Ketika pasukan kedua belah pihak sudah saling berhadap-hadapan, syeitan berbalik arah melarikan diri seraya berkata, “Sesungguhnya aku berlepas diri dari kalian, aku melihat (pasukan malaikat) apa yang tidak bisa kalian lihat. Sesungguhnya aku takut kepada Allah. Dan Allah sangat keras siksanya.”
Kaum Muslim memenangkan pertempuran itu, namun Allah SWT menerangkan bahwa itu semua perbuatan Allah SWT, sebagaimana firman-Nya dalam bagian awal Surat Al-Anfal Ayat 17:
Maka, (yang sebenarnya) bukanlah kamu yang membunuh mereka, adalah Allah yang membunuh mereka, sesungguhnya bukanlah kamu yang melempar ketika kamu melempar, adalah Allah yang melempar mereka.
Disini Allah SWT menegaskan kepada Rasulullah SAW dan para sahabat bahwa, mereka tidak boleh menganggap kemenangan itu adalah hasil perjuangan mereka. Kemenangan itu berasal dari Allah SWT.
Kita juga diingatkan oleh Allah SWT bahwa ketika Rasulullah SAW meraup debu dan kerikil kemudian dilemparkan kearah lawan, dan berubah menjadi badai debu yang mengenai mata orang-orang kafir, sehingga mereka berlarian menghindar. Berubahnya segenggam debu menjadi badai debu ini adalah karena pertolongan Allah SWT, maka dari itu keseluruhan penaklukan pasukan kafir itu adalah berkat pertolongan Allah SWT semata.
Menjelang berakhirnya perang, pasukan Muslim terbagi dalam tiga kelompok. Satu kelompok mengejar pasukan kafir yang melarikan diri agar tidak kembali lagi. Kelompok ke-dua mulai mengumpulkan sisa-sisa perang yang berserakan di arena pertempuran, mereka ini muslim yang miskin dan begitu gembira mendapatkan aneka barang milik musuh yang kaya yang ditinggalkan di medan pertempuran. Adapun kelompok ke-tiga berdiri mengelilingi Nabi Muhammad SAW, berjaga-jaga jika saja ada seorang musuh yang menyelinap hendak mencelakai Rasulullah SAW. Ketika tiga kelompok ini berkumpul lagi di malam hari, timbul permasalahan diantara mereka perihal pembagian harta sisa perang. Kelompok pengumpul menganggap itu adalah hak mereka mengingat merekalah yang memungut harta-benda itu langsung dari arena pertempuran.
Kelompok yang lain berpendapat bahwa sudah selayaknya mereka mendapat bagian mengingat merekalah yang memungkinkan adanya kesempatan kelompok lain mengumpulkan harta-benda yang ditinggalkan musuh, sementara mereka mengejar-ngejar musuh yang berlarian menyelamatkan diri. Kelompok ke-tiga mengatakan bahwa merekapun berhak atas pembagian harta itu karena mereka telah melakukan hal terpenting, yakni melindungi Nabi Muhammad SAW. Sebagaimana diriwayatkan oleh Ubadah bin Samit RA, bahwa ini adalah persoalan serius sehingga diantara mereka mulai bertingkah tidak lagi saling menghargai satu sama lain. Sejauh itu belum ada perintah perihal pembagian harta sisa ini. Pada umat-umat terdahulu, mereka dilarang memanfaatkan harta sisa perang. Biasanya mereka menyusun harta itu membentuk tiang sehingga jika petir menyambar dan membakar tumpukan harta-benda itu, itulah pertanda bahwa perjuangan (jihad) mereka diterima.
Allah SWT mewahyukan perintah pembagian harta sisa perang itu secara terperinci kepada Nabi Muhammad SAW. Ini terdapat didalam Surat Al-Anfal. Segera setelah para sahabat hadir untuk mengetahui isi petunjuk Allah SWT ini, perbedaan pendapat diantara mereka pun sirna. Harta itu dibagikan kepada semua yang berpartisipasi dalam pertempuran sesuai dengan petunjuk Allah SWT. Hal ini merupakan kemurahan Allah SWT sebagai hadiah untuk umat Nabi Muhammad SAW, berupa kenikmatan dan penghargaan kepada mereka dengan dijinkan-Nya memanfaatkan harta-benda yang tersisa dari peperangan. Peristiwa ini juga mengajarkan kepada kita bagaimana para sahabat Rasulullah SAW pada waktu itu bersatu-padu penuh semangat dalam mengikuti petunjuk dari Allah SWT.
Menurut seorang ahli sejarah non-muslim, Perang Badar adalah perang yang sangat penting dalam sejarah kehidupan manusia, karena berdampak jangka panjang terhadap sejarah kemanusiaan.
Sampai disini, kita telah banyak melihat kembali mukjizat-mujizat yang terjadi selama terjadinya perang Badar, dan bagaimana pertolongan Allah SWT datang kepada orang-orang yang teguh keimanannya. Seorang penyair Urdu menuliskan dengan sangat indah mengenai kekagumannya terhadap perang Badar,
“ Jika kamu (bisa) menghadirkan lagi suasana Badar, para malaikat masih bisa berdatangan baris demi baris untuk memberikan pertolongan bagimu.”
Saya berdo’a semoga Allah SWT menolong kita untuk mengikuti jejak Nabi Muhammad SAW dan para sahabat beliau, dan semoga kita dianugerahi-Nya keberhasilan sebagaimana yang telah dianugerahkan-Nya kepada para mujahid Perang Badar. Amiin.
---------------------------------------------------------------------------------
PERINGATAN MENDESAK!
Kesalahan-kesalahan yang sering terjadi ketika bersuci dengan air (Wudlu’):
1. Siku masih kering (belum terbasuh air)
2. Pergelangan kaki masih kering (tidak terbasuh air)
3. Ingatlah bahwa tanpa wudlu’ yang sempurna maka shalat tidak sah.
Kesalahan-kesalahan yang sering terjadi didalam shalat:
1. Duduk diantara dua sujud hendaklah sempurna (harus ada jeda waktu)
2. Ketika sujud, jangan mengangkat telapak kaki walau sejenak. Begitu pula hidung harus menyentuh lantai selama sujud.
3. Untuk Lelaki, sewaktu sujud siku harus tidak menempel di lantai.
4. Jangan bergerak mendahului Imam.
5. Berdirilah setegak mungkin pada waktu i’tidal (berdiri setelah ruku’).
6. Jangan berlari sewaktu akan bergabung dalam shalat berjama’ah.
---------------------------------------------------------------------------------
Diposkan
9th March 2012 oleh Nadya Alawiyah
0
Tambahkan komentar
Dan
orang-orang yang terdahulu; yang mula-mula dari orang-orang “Muhajirin” dan
“Ansar” (berhijrah dan memberi bantuan), dan orang-orang yang menurut (jejak
langkah) mereka dengan kebaikan (iman dan taat), Allah reda kepada mereka dan
mereka pula reda kepada Nya, serta Dia menyediakan untuk mereka syurga-syurga
yang mengalir di bawahnya beberapa sungai, mereka kekal di dalamnya
selama-lamanya; itulah kemenangan yang besar. (Surah At-Taubah, Ayat 100)
- Abu Hurairah r.a meriwayatkan bahawa Rasulullah s.a.w telah bersabda: "Tidaklah kalian masuk surga hingga kalian beriman. Dan tidaklah kalian beriman hingga saling menyayangi antara satu sama lain. Mahukah kalian aku tunjukkan suatu amalan yang jika kalian kerjakan niscaya kalian akan saling menyayangi antara satu sama lain? Sebarkanlah salam sebanyak-banyaknya diantara kalian" - (Muslim)
Fizikal Nabi
Telah dikeluarkan oleh Ya'kub bin Sufyan Al-Faswi dari Al-Hasan bin Ali ra. katanya: Pernah aku menanyai pamanku (dari sebelah ibu) Hind bin Abu Halah, dan aku tahu baginda memang sangat pandai mensifatkan perilaku Rasulullah SAW, padahal aku ingin sekali untuk disifatkan kepadaku sesuatu dari sifat beliau yang dapat aku mencontohinya, maka dia berkata:
Adalah Rasulullah SAW itu seorang yang agung yang senantiasa diagungkan, wajahnya berseri-seri layak bulan di malam purnamanya, tingginya cukup tidak terialu ketara, juga tidak terlalu pendek, dadanya bidang, rambutnya selalu rapi antara lurus dan bergelombang, dan memanjang hingga ke tepi telinganya, lebat, warnanya hitam, dahinya luas, alisnya lentik halus terpisah di antara keduanya, yang bila baginda marah kelihatannya seperti bercantum, hidungnya mancung, kelihatan memancar cahaya ke atasnya, janggutnya lebat, kedua belah matanya hitam, kedua pipinya lembut dan halus, mulutnya tebal, giginya putih bersih dan jarang-jarang, di dadanya tumbuh bulu-bulu yang halus, tengkuknya memanjang, berbentuk sederhana, berbadan besar lagi tegap, rata antara perutnya dan dadanya, luas dadanya, lebar antara kedua bahunya, tulang belakangnya besar, kulitnya bersih, antara dadanya dan pusatnya dipenuhi oleh bulu-bulu yang halus, pada kedua teteknya dan perutnya bersih dari bulu, sedang pada kedua lengannya dan bahunya dan di atas dadanya berbulu pula, lengannya panjang, telapak tangannya lebar, halus tulangnya, jari telapak kedua tangan dan kakinya tebal berisi daging, panjang ujung jarinya, rongga telapak kakinya tidak menyentuh tanah apabila baginda berjalan, dan telapak kakinya lembut serta licin tidak ada lipatan, tinggi seolah-olah air sedang memancar daripadanya, bila diangkat kakinya diangkatnya dengan lembut (tidak seperti jalannya orang menyombongkan diri), melangkah satu-satu dan perlahan-lahan, langkahnya panjang-panjang seperti orang yang melangkah atas jurang, bila menoleh dengan semua badannya, pandangannya sering ke bumi, kelihatan baginda lebih banyak melihat ke arah bumi daripada melihat ke atas langit, jarang baginda memerhatikan sesuatu dengan terlalu lama, selalu berjalan beriringan dengan sahabat-sahabatnya, selalu memulakan salam kepada siapa yang ditemuinya.
Kebiasaan Nabi
Kataku pula: Sifatkanlah kepadaku mengenai kebiasaannya!Jawab pamanku: Adalah Rasulullah SAW itu kelihatannya seperti orang yang selalu bersedih, senantiasa banyak berfikir, tidak pernah beristirshat panjang, tidak berbicara bila tidak ada keperluan, banyak diamnya, memulakan bicara dan menghabiskannya dengan sepenuh mulutnva, kata-katanya penuh mutiara mauti manikam, satu-satu kalimatnya, tidak berlebih-lebihan atau berkurang-kurangan, lemah lembut tidak terlalu kasar atau menghina diri, senantiasa membesarkan nikmat walaupun kecil, tidak pernah mencela nikmat apa pun atau terlalu memujinya, tiada seorang dapat meredakan marahnya, apabila sesuatu dari kebenaran dihinakan sehingga dia dapat membelanya.
Dalam riwayat lain, dikatakan bahwa baginda menjadi marah kerana sesuatu urusan dunia atau apa-apa yang bertalian dengannya, tetapi apabila baginda melihat kebenaran itu dihinakan, tiada seorang yang dapat melebihi marahnya, sehingga baginda dapat membela kerananya. Baginda tidak pernah marah untuk dirinya, atau membela sesuatu untuk kepentingan dirinya, bila mengisyarat diisyaratkan dengan semua telapak tangannya, dan bila baginda merasa takjub dibalikkan telapak tangannya, dan bila berbicara dikumpulkan tangannya dengan menumpukan telapak tangannya yang kanan pada ibu jari tangan kirinya, dan bila baginda marah baginda terus berpaling dari arah yang menyebabkan ia marah, dan bila baginda gembira dipejamkan matanya, kebanyakan ketawanya ialah dengan tersenyum, dan bila baginda ketawa, baginda ketawa seperti embun yang dingin.
Berkata Al-Hasan lagi: Semua sifat-sifat ini aku simpan dalam diriku lama juga. Kemudian aku berbicara mengenainya kepada Al-Husain bin Ali, dan aku dapati ianya sudah terlebih dahulu menanyakan pamanku tentang apa yang aku tanyakan itu. Dan dia juga telah menanyakan ayahku (Ali bin Abu Thalib ra.) tentang cara keluar baginda dan masuk baginda, tentang cara duduknya, malah tentang segala sesuatu mengenai Rasulullah SAW itu.
Rumah Nabi
Berkata Al-Hasan ra. lagi: Aku juga pernah menanyakan ayahku tentang masuknya Rasulullah SAW lalu dia menjawab: Masuknya ke dalam rumahnya bila sudah diizinkan khusus baginya, dan apabila baginda berada di dalam rumahnya dibagikan masanya tiga bagian. Satu bagian khusus untuk Allah ta'ala, satu bagian untuk isteri-isterinya, dan satu bagian lagi untuk dirinya sendiri. Kemudian dijadikan bagian untuk dirinya itu terpenuh dengan urusan di antaranya dengan manusia, dihabiskan waktunya itu untuk melayani semua orang yang awam maupun yang khusus, tiada seorang pun dibedakan dari yang lain.
Di antara tabiatnya ketika melayani ummat, baginda selalu memberikan perhatiannya kepada orang-orang yang terutama untuk dididiknya, dilayani mereka menurut kelebihan diri masing-masing dalam agama. Ada yang keperluannya satu ada yang dua, dan ada yang lebih dari itu, maka baginda akan duduk dengan mereka dan melayani semua urusan mereka yang berkaitan dengan diri mereka sendiri dan kepentingan ummat secara umum, coba menunjuki mereka apa yang perlu dan memberitahu mereka apa yang patut dilakukan untuk kepentingan semua orang dengan mengingatkan pula: "Hendaklah siapa yang hadir menyampaikan kepada siapa yang tidak hadir. Jangan lupa menyampaikan kepadaku keperluan orang yang tidak dapat menyampaikannya sendiri, sebab sesiapa yang menyampaikan keperluan orang yang tidak dapat menyampaikan keperluannya sendiri kepada seorang penguasa, niscaya Allah SWT akan menetapkan kedua tumitnya di hari kiamat", tiada disebutkan di situ hanya hal-hal yang seumpama itu saja.
Baginda tidak menerima dari bicara yang lain kecuali sesuatu untuk maslahat ummatnya. Mereka datang kepadanya sebagai orang-orang yang berziarah, namun mereka tiada meninggalkan tempat melainkan dengan berisi. Dalam riwayat lain mereka tiada berpisah melainkan sesudah mengumpul banyak faedah, dan mereka keluar dari majelisnya sebagai orang yang ahli dalam hal-ihwal agamanya.
Luaran Nabi
Berkata Al-Hasan r.a. lagi: Kemudian saya bertanya tentang keadaannya di luar, dan apa yang dibuatnya? Jawabnya: Adalah Rasulullah SAW ketika di luar, senantiasa mengunci lidahnya, kecuali jika memang ada kepentingan untuk ummatnya. Baginda selalu beramah-tamah kepada mereka, dan tidak kasar dalam bicaranya. Baginda senantiasa memuliakan ketua setiap suku dan kaum dan meletakkan masing-masing di tempatnya yang layak. Kadang-kadang baginda mengingatkan orang ramai, tetapi baginda senantiasa menjaga hati mereka agar tidak dinampakkan pada mereka selain mukanya yang manis dan akhlaknya yang mulia. Baginda selalu menanyakan sahabat-sahabatnya bila mereka tidak datang, dan selalu bertanyakan berita orang ramai dan apa yang ditanggunginya. Mana yang baik dipuji dan dianjurkan, dan mana yang buruk dicela dan dicegahkan.
Baginda senantiasa bersikap pertengahan dalam segala perkara, tidak banyak membantah, tidak pernah lalai supaya mereka juga tidak suka lalai atau menyeleweng, semua perkaranya baik dan terjaga, tidak pernah meremehkan atau menyeleweng dari kebenaran, orang-orang yang senantiasa mendampinginya ialah orang-orang paling baik kelakuannya, yang dipandang utama di sampingnya, yang paling banyak dapat memberi nasihat, yang paling tinggi kedudukannya, yang paling bersedia untuk berkorban dan membantu dalam apa keadaan sekalipun.
Majlis Nabi
Berkata Al-Hasan ra. lagi: Saya lalu bertanya pula tentang majelis Nabi SAW dan bagaimana caranya ? Jawabnya: Bahwa Rasulullah SAW tidak duduk dalam sesuatu majelis, atau bangun daripadanya, melainkan baginda berzikir kepada Allah SWT baginda tidak pernah memilih tempat yang tertentu, dan melarang orang meminta ditempatkan di suatu tempat yang tertentu. Apabila baginda sampai kepada sesuatu tempat, di situlah baginda duduk sehingga selesai majelis itu dan baginda menyuruh membuat seperti itu. Bila berhadapan dengan orang ramai diberikan pandangannya kepada semua orang dengan sama rata, sehingga orang-orang yang berada di majelisnya itu merasa tiada seorang pun yang diberikan penghormatan lebih darinya. Bila ada orang yang datang kepadanya kerana sesuatu keperluan, atau sesuatu masliahat, baginda terus melayaninya dengan penuh kesabaran hinggalah orang itu bangun dan kembali.
Baginda tidak pernah menghampakan orang yang meminta daripadanya sesuatu keperluan, jika ada diberikan kepadanya, dan jika tidak ada dijawabnya dengan kata-kata yang tidak mengecewakan hatinya. Budipekertinya sangat baik, dan perilakunya sungguh bijak. Baginda dianggap semua orang seperti ayah, dan mereka dipandang di sisinya semuanya sama dalam hal kebenaran, tidak berat sebelah. Majelisnya semuanya ramah-tamah, segan-silu, sabar menunggu, amanah, tidak pemah terdengar suara yang tinggi, tidak dibuat padanya segala yang dilarangi, tidak disebut yang jijik dan buruk, semua orang sama kecuali dengan kelebihan taqwa, semuanya merendah diri, yang tua dihormati yang muda, dan yang muda dirahmati yang tua, yang perlu selalu diutamakan, yang asing selalu didahulukan.
Berkata Al-Hasan ra. lagi: Saya pun lalu menanyakan tentang kelakuan Rasulullah SAW pada orang-orang yang selalu duduk-duduk bersama-sama dengannya? Jawabnya: Adalah Rasulullah SAW selalu periang orangnya, pekertinya mudah dilayan, seialu berlemah-lembut, tidak keras atau bengis, tidak kasar atau suka berteriak-teriak, kata-katanya tidak kotor, tidak banyak bergurau atau beromong kosong segera melupakan apa yang tiada disukainya, tidak pernah mengecewakan orang yang berharap kepadanya, tidak suka menjadikan orang berputus asa. Sangat jelas dalam perilakunya tiga perkara yang berikut. Baginda tidak suka mencela orang dan memburukkannya. Baginda tidak suka mencari-cari keaiban orang dan tidak berbicara mengenai seseorang kecuali yang mendatangkan faedah dan menghasilkan pahala.
Apabila baginda berbicara, semua orang yang berada dalam majelisnya memperhatikannya dengan tekun seolah-olah burung sedang tertengger di atas kepala mereka. Bila baginda berhenti berbicara, mereka baru mula berbicara, dan bila dia berbicara pula, semua mereka berdiam seribu basa. Mereka tidak pernah bertengkar di hadapannya. Baginda tertawa bila dilihatnya mereka tertawa, dan baginda merasa takjub bila mereka merasa takjub. Baginda selalu bersabar bila didatangi orang badwi yang seringkali bersifat kasar dan suka mendesak ketika meminta sesuatu daripadanya tanpa mahu mengalah atau menunggu, sehingga terkadang para sahabatnya merasa jengkel dan kurang senang, tetapi baginda tetap menyabarkan mereka dengan berkata: "Jika kamu dapati seseorang yang perlu datang, hendaklah kamu menolongnya dan jangan menghardiknya!". Baginda juga tidak mengharapkan pujian daripada siapa yang ditolongnya, dan kalau mereka mau memujinya pun, baginda tidak menggalakkan untuk berbuat begitu. Baginda tidak pernah memotong bicara sesiapa pun sehingga orang itu habis berbicara, lalu barulah baginda berbicara, atau baginda menjauh dari tempat itu.
Diamnya Nabi
Berkata Al-Hasan r.a. lagi: Saya pun menanyakan pula tentang diamnya, bagaimana pula keadaannya? Jawabnya: Diam Rasulullah SAW bergantung kepada mempertimbangkan empat hal, yaitu: Kerana adab sopan santun, kerana berhati-hati, kerana mempertimbangkan sesuatu di antara manusia, dan kerana bertafakkur. Adapun sebab pertimbangannya ialah kerana persamaannya dalam pandangan dan pendengaran di antara manusia. Adapun tentang tafakkurnya ialah pada apa yang kekal dan yang binasa. Dan terkumpul pula dalam peribadinya sifat-sifat kesantunan dan kesabaran. Tidak ada sesuatu yang boleh menyebabkan dia menjadi marah, ataupun menjadikannya membenci. Dan terkumpul dalam peribadinya sifat berhati-hati dalam empat perkara, iaitu: Suka membuat yang baik-baik dan melaksanakannya untuk kepentingan ummat dalam hal-ehwal mereka yang berkaitan dengan dunia mahupun akhirat, agar dapat dicontohi oleh yang lain. Baginda meninggalkan yang buruk, agar dijauhi dan tidak dibuat oleh yang lain. Bersungguh-sungguh mencari jalan yang baik untuk maslahat ummatnya, dan melakukan apa yang dapat mendatangkan manfaat buat ummatnya, baik buat dunia ataupun buat akhirat.
Telah dikeluarkan oleh Ya'kub bin Sufyan Al-Faswi dari Al-Hasan bin Ali ra. katanya: Pernah aku menanyai pamanku (dari sebelah ibu) Hind bin Abu Halah, dan aku tahu baginda memang sangat pandai mensifatkan perilaku Rasulullah SAW, padahal aku ingin sekali untuk disifatkan kepadaku sesuatu dari sifat beliau yang dapat aku mencontohinya, maka dia berkata:
Adalah Rasulullah SAW itu seorang yang agung yang senantiasa diagungkan, wajahnya berseri-seri layak bulan di malam purnamanya, tingginya cukup tidak terialu ketara, juga tidak terlalu pendek, dadanya bidang, rambutnya selalu rapi antara lurus dan bergelombang, dan memanjang hingga ke tepi telinganya, lebat, warnanya hitam, dahinya luas, alisnya lentik halus terpisah di antara keduanya, yang bila baginda marah kelihatannya seperti bercantum, hidungnya mancung, kelihatan memancar cahaya ke atasnya, janggutnya lebat, kedua belah matanya hitam, kedua pipinya lembut dan halus, mulutnya tebal, giginya putih bersih dan jarang-jarang, di dadanya tumbuh bulu-bulu yang halus, tengkuknya memanjang, berbentuk sederhana, berbadan besar lagi tegap, rata antara perutnya dan dadanya, luas dadanya, lebar antara kedua bahunya, tulang belakangnya besar, kulitnya bersih, antara dadanya dan pusatnya dipenuhi oleh bulu-bulu yang halus, pada kedua teteknya dan perutnya bersih dari bulu, sedang pada kedua lengannya dan bahunya dan di atas dadanya berbulu pula, lengannya panjang, telapak tangannya lebar, halus tulangnya, jari telapak kedua tangan dan kakinya tebal berisi daging, panjang ujung jarinya, rongga telapak kakinya tidak menyentuh tanah apabila baginda berjalan, dan telapak kakinya lembut serta licin tidak ada lipatan, tinggi seolah-olah air sedang memancar daripadanya, bila diangkat kakinya diangkatnya dengan lembut (tidak seperti jalannya orang menyombongkan diri), melangkah satu-satu dan perlahan-lahan, langkahnya panjang-panjang seperti orang yang melangkah atas jurang, bila menoleh dengan semua badannya, pandangannya sering ke bumi, kelihatan baginda lebih banyak melihat ke arah bumi daripada melihat ke atas langit, jarang baginda memerhatikan sesuatu dengan terlalu lama, selalu berjalan beriringan dengan sahabat-sahabatnya, selalu memulakan salam kepada siapa yang ditemuinya.
Kebiasaan Nabi
Kataku pula: Sifatkanlah kepadaku mengenai kebiasaannya!Jawab pamanku: Adalah Rasulullah SAW itu kelihatannya seperti orang yang selalu bersedih, senantiasa banyak berfikir, tidak pernah beristirshat panjang, tidak berbicara bila tidak ada keperluan, banyak diamnya, memulakan bicara dan menghabiskannya dengan sepenuh mulutnva, kata-katanya penuh mutiara mauti manikam, satu-satu kalimatnya, tidak berlebih-lebihan atau berkurang-kurangan, lemah lembut tidak terlalu kasar atau menghina diri, senantiasa membesarkan nikmat walaupun kecil, tidak pernah mencela nikmat apa pun atau terlalu memujinya, tiada seorang dapat meredakan marahnya, apabila sesuatu dari kebenaran dihinakan sehingga dia dapat membelanya.
Dalam riwayat lain, dikatakan bahwa baginda menjadi marah kerana sesuatu urusan dunia atau apa-apa yang bertalian dengannya, tetapi apabila baginda melihat kebenaran itu dihinakan, tiada seorang yang dapat melebihi marahnya, sehingga baginda dapat membela kerananya. Baginda tidak pernah marah untuk dirinya, atau membela sesuatu untuk kepentingan dirinya, bila mengisyarat diisyaratkan dengan semua telapak tangannya, dan bila baginda merasa takjub dibalikkan telapak tangannya, dan bila berbicara dikumpulkan tangannya dengan menumpukan telapak tangannya yang kanan pada ibu jari tangan kirinya, dan bila baginda marah baginda terus berpaling dari arah yang menyebabkan ia marah, dan bila baginda gembira dipejamkan matanya, kebanyakan ketawanya ialah dengan tersenyum, dan bila baginda ketawa, baginda ketawa seperti embun yang dingin.
Berkata Al-Hasan lagi: Semua sifat-sifat ini aku simpan dalam diriku lama juga. Kemudian aku berbicara mengenainya kepada Al-Husain bin Ali, dan aku dapati ianya sudah terlebih dahulu menanyakan pamanku tentang apa yang aku tanyakan itu. Dan dia juga telah menanyakan ayahku (Ali bin Abu Thalib ra.) tentang cara keluar baginda dan masuk baginda, tentang cara duduknya, malah tentang segala sesuatu mengenai Rasulullah SAW itu.
Rumah Nabi
Berkata Al-Hasan ra. lagi: Aku juga pernah menanyakan ayahku tentang masuknya Rasulullah SAW lalu dia menjawab: Masuknya ke dalam rumahnya bila sudah diizinkan khusus baginya, dan apabila baginda berada di dalam rumahnya dibagikan masanya tiga bagian. Satu bagian khusus untuk Allah ta'ala, satu bagian untuk isteri-isterinya, dan satu bagian lagi untuk dirinya sendiri. Kemudian dijadikan bagian untuk dirinya itu terpenuh dengan urusan di antaranya dengan manusia, dihabiskan waktunya itu untuk melayani semua orang yang awam maupun yang khusus, tiada seorang pun dibedakan dari yang lain.
Di antara tabiatnya ketika melayani ummat, baginda selalu memberikan perhatiannya kepada orang-orang yang terutama untuk dididiknya, dilayani mereka menurut kelebihan diri masing-masing dalam agama. Ada yang keperluannya satu ada yang dua, dan ada yang lebih dari itu, maka baginda akan duduk dengan mereka dan melayani semua urusan mereka yang berkaitan dengan diri mereka sendiri dan kepentingan ummat secara umum, coba menunjuki mereka apa yang perlu dan memberitahu mereka apa yang patut dilakukan untuk kepentingan semua orang dengan mengingatkan pula: "Hendaklah siapa yang hadir menyampaikan kepada siapa yang tidak hadir. Jangan lupa menyampaikan kepadaku keperluan orang yang tidak dapat menyampaikannya sendiri, sebab sesiapa yang menyampaikan keperluan orang yang tidak dapat menyampaikan keperluannya sendiri kepada seorang penguasa, niscaya Allah SWT akan menetapkan kedua tumitnya di hari kiamat", tiada disebutkan di situ hanya hal-hal yang seumpama itu saja.
Baginda tidak menerima dari bicara yang lain kecuali sesuatu untuk maslahat ummatnya. Mereka datang kepadanya sebagai orang-orang yang berziarah, namun mereka tiada meninggalkan tempat melainkan dengan berisi. Dalam riwayat lain mereka tiada berpisah melainkan sesudah mengumpul banyak faedah, dan mereka keluar dari majelisnya sebagai orang yang ahli dalam hal-ihwal agamanya.
Luaran Nabi
Berkata Al-Hasan r.a. lagi: Kemudian saya bertanya tentang keadaannya di luar, dan apa yang dibuatnya? Jawabnya: Adalah Rasulullah SAW ketika di luar, senantiasa mengunci lidahnya, kecuali jika memang ada kepentingan untuk ummatnya. Baginda selalu beramah-tamah kepada mereka, dan tidak kasar dalam bicaranya. Baginda senantiasa memuliakan ketua setiap suku dan kaum dan meletakkan masing-masing di tempatnya yang layak. Kadang-kadang baginda mengingatkan orang ramai, tetapi baginda senantiasa menjaga hati mereka agar tidak dinampakkan pada mereka selain mukanya yang manis dan akhlaknya yang mulia. Baginda selalu menanyakan sahabat-sahabatnya bila mereka tidak datang, dan selalu bertanyakan berita orang ramai dan apa yang ditanggunginya. Mana yang baik dipuji dan dianjurkan, dan mana yang buruk dicela dan dicegahkan.
Baginda senantiasa bersikap pertengahan dalam segala perkara, tidak banyak membantah, tidak pernah lalai supaya mereka juga tidak suka lalai atau menyeleweng, semua perkaranya baik dan terjaga, tidak pernah meremehkan atau menyeleweng dari kebenaran, orang-orang yang senantiasa mendampinginya ialah orang-orang paling baik kelakuannya, yang dipandang utama di sampingnya, yang paling banyak dapat memberi nasihat, yang paling tinggi kedudukannya, yang paling bersedia untuk berkorban dan membantu dalam apa keadaan sekalipun.
Majlis Nabi
Berkata Al-Hasan ra. lagi: Saya lalu bertanya pula tentang majelis Nabi SAW dan bagaimana caranya ? Jawabnya: Bahwa Rasulullah SAW tidak duduk dalam sesuatu majelis, atau bangun daripadanya, melainkan baginda berzikir kepada Allah SWT baginda tidak pernah memilih tempat yang tertentu, dan melarang orang meminta ditempatkan di suatu tempat yang tertentu. Apabila baginda sampai kepada sesuatu tempat, di situlah baginda duduk sehingga selesai majelis itu dan baginda menyuruh membuat seperti itu. Bila berhadapan dengan orang ramai diberikan pandangannya kepada semua orang dengan sama rata, sehingga orang-orang yang berada di majelisnya itu merasa tiada seorang pun yang diberikan penghormatan lebih darinya. Bila ada orang yang datang kepadanya kerana sesuatu keperluan, atau sesuatu masliahat, baginda terus melayaninya dengan penuh kesabaran hinggalah orang itu bangun dan kembali.
Baginda tidak pernah menghampakan orang yang meminta daripadanya sesuatu keperluan, jika ada diberikan kepadanya, dan jika tidak ada dijawabnya dengan kata-kata yang tidak mengecewakan hatinya. Budipekertinya sangat baik, dan perilakunya sungguh bijak. Baginda dianggap semua orang seperti ayah, dan mereka dipandang di sisinya semuanya sama dalam hal kebenaran, tidak berat sebelah. Majelisnya semuanya ramah-tamah, segan-silu, sabar menunggu, amanah, tidak pemah terdengar suara yang tinggi, tidak dibuat padanya segala yang dilarangi, tidak disebut yang jijik dan buruk, semua orang sama kecuali dengan kelebihan taqwa, semuanya merendah diri, yang tua dihormati yang muda, dan yang muda dirahmati yang tua, yang perlu selalu diutamakan, yang asing selalu didahulukan.
Berkata Al-Hasan ra. lagi: Saya pun lalu menanyakan tentang kelakuan Rasulullah SAW pada orang-orang yang selalu duduk-duduk bersama-sama dengannya? Jawabnya: Adalah Rasulullah SAW selalu periang orangnya, pekertinya mudah dilayan, seialu berlemah-lembut, tidak keras atau bengis, tidak kasar atau suka berteriak-teriak, kata-katanya tidak kotor, tidak banyak bergurau atau beromong kosong segera melupakan apa yang tiada disukainya, tidak pernah mengecewakan orang yang berharap kepadanya, tidak suka menjadikan orang berputus asa. Sangat jelas dalam perilakunya tiga perkara yang berikut. Baginda tidak suka mencela orang dan memburukkannya. Baginda tidak suka mencari-cari keaiban orang dan tidak berbicara mengenai seseorang kecuali yang mendatangkan faedah dan menghasilkan pahala.
Apabila baginda berbicara, semua orang yang berada dalam majelisnya memperhatikannya dengan tekun seolah-olah burung sedang tertengger di atas kepala mereka. Bila baginda berhenti berbicara, mereka baru mula berbicara, dan bila dia berbicara pula, semua mereka berdiam seribu basa. Mereka tidak pernah bertengkar di hadapannya. Baginda tertawa bila dilihatnya mereka tertawa, dan baginda merasa takjub bila mereka merasa takjub. Baginda selalu bersabar bila didatangi orang badwi yang seringkali bersifat kasar dan suka mendesak ketika meminta sesuatu daripadanya tanpa mahu mengalah atau menunggu, sehingga terkadang para sahabatnya merasa jengkel dan kurang senang, tetapi baginda tetap menyabarkan mereka dengan berkata: "Jika kamu dapati seseorang yang perlu datang, hendaklah kamu menolongnya dan jangan menghardiknya!". Baginda juga tidak mengharapkan pujian daripada siapa yang ditolongnya, dan kalau mereka mau memujinya pun, baginda tidak menggalakkan untuk berbuat begitu. Baginda tidak pernah memotong bicara sesiapa pun sehingga orang itu habis berbicara, lalu barulah baginda berbicara, atau baginda menjauh dari tempat itu.
Diamnya Nabi
Berkata Al-Hasan r.a. lagi: Saya pun menanyakan pula tentang diamnya, bagaimana pula keadaannya? Jawabnya: Diam Rasulullah SAW bergantung kepada mempertimbangkan empat hal, yaitu: Kerana adab sopan santun, kerana berhati-hati, kerana mempertimbangkan sesuatu di antara manusia, dan kerana bertafakkur. Adapun sebab pertimbangannya ialah kerana persamaannya dalam pandangan dan pendengaran di antara manusia. Adapun tentang tafakkurnya ialah pada apa yang kekal dan yang binasa. Dan terkumpul pula dalam peribadinya sifat-sifat kesantunan dan kesabaran. Tidak ada sesuatu yang boleh menyebabkan dia menjadi marah, ataupun menjadikannya membenci. Dan terkumpul dalam peribadinya sifat berhati-hati dalam empat perkara, iaitu: Suka membuat yang baik-baik dan melaksanakannya untuk kepentingan ummat dalam hal-ehwal mereka yang berkaitan dengan dunia mahupun akhirat, agar dapat dicontohi oleh yang lain. Baginda meninggalkan yang buruk, agar dijauhi dan tidak dibuat oleh yang lain. Bersungguh-sungguh mencari jalan yang baik untuk maslahat ummatnya, dan melakukan apa yang dapat mendatangkan manfaat buat ummatnya, baik buat dunia ataupun buat akhirat.
Diposkan
9th March 2012 oleh Nadya Alawiyah
0
Tambahkan komentar
Sejarah
Perang Badar, menurut riwayat Abu Ishaq, Rasulullah keluar bersama 314 orang
sahabatnya pada suatu malam di bulan Ramadhan dengan membawa 70 ekor unta.
Setiap unta ditunggangi secara bergantian oleh duA atau tiga orang. Kaum
muslimin tidak mengetahui keberangkatan bala bantuan Quraisy yang keluar dari
Mekah dengan tujuan perang. Pada saat itu, Abu Sofyan berhasil lolos menyusuri
mata air Badar dengan melewati jalanan panjang menuju Mekah.
Rasulullah SAW beserta para sahabat berjalan menuju Badar dan langsung mengambil posisi yang menguntungkan. Setelah orang-orang musyrik muncul dan kedua pihak saling melihat, beliau berdiri memohon pertolongan kepada Allah, diikuti sahabat lainnya dengan penuh ikhlas dan rendah diri di hadapanNya. Ketika dua pasukan semakin mendekat, Rasulullah berdiri di tengah kaum muslimin untuk menyampaikan nasihat dan mengingatkan kemenangan yang tak akan lama lagi diraih. Beliau juga mengabarkan, bahwa Allah menjanjikan masuk surga, bagi siapapun yang syahid di jalanNya.
Pada peperangan ini, diriwayatkan bahwa Rasulullah senantiasa terus memperbanyak doa, dengan penuh ketundukan dan khusyu’, sehingga Abu Bakar iba melihat beliau seraya berkata “Ya Rasulullah, demi diriku yang berada di tanganNya, bergembiralah! Sesungguhnya Allah pasti akan memenuhi janjiNya kepadaMu.” Salah satu dari doa beliau, “Ya Allah, inilah orang-orang Quraisy yang datang dengan kecongkakan dan kesombongannya untuk mendustakan RasulMu. Ya Allah, tunaikanlah kemenangan yang telah Engkau janjikan kepadaku. Ya Allah, kalahkan mereka esok hari…”
Pertempuran dimuali pada pagi hari tahun kedua hujriyah. Rasulullah mengambil seganggam krikil dan melemparakannya ke arah kaum musyrik seraya berkata, “Hancurlah wajah-wajah mereka!” sehingga menimpa mata semua pasukan Quraisy. Allah pun mendukung kaum mukmin dengan bala bantuan berupa Malaikat. Akhirnya, kemenangan besar diraih kaum muslimin. Ada 70 musyrikin yang terbunuh dan 70 orang yang tertawan, sedangkan ada 14 orang dari kaum mukminin yang mengapai syahid.
Bentuk Pertolongan Allah Dalam Perang Badar
Sesungguhnya betapa banyak dan besarnya pertolongan yang Allah berikan bagi pasukan Rasulullah Saw. dalam perang Badar. Betapa janji Allah selalu benar, bahwa Allah Swt. pasti akan menolong hambaNya yang menolong agamaNya. Sejarah telah mencatat rahmat Allah yang menyertai orang-orang yang beriman. Kemenangan sejati selalu ada ketika ia bersandingan dengan iman. Berikut adalah beberapa hal yang menyokong kemenangan yang diraih kaum muslimin.
Sejarah telah mencatat rahmat Allah yang menyertai orang-orang yang beriman. Kemenangan sejati selalu ada ketika ia bersandingan dengan iman
1. Pasukan Malaikat
Abdullah bin Abbas meriwayatkan bahwa ketika seorang sahabat mengejar dengan gigih seorang musyrik yang ada di depannya, tiba-tiba ia mendengar suara pukulan dan suara penunggang kuda yang menghentakkan kudanya. Lalu sahabta tersebut melihat orang musyrik itu jatuh tewas terkapar dengan keadaan hidung dan wajahnya terluka berat akibat pukulan keras. Hal tersebut ia ceritaka kepada Rasulullah SAW, beliau bersabda, “Kau benar, itu adalah pertolongan Allah dari langit ketiga.” (H.R.Bukhari dan Muslim)
Kemenangan pada perang Badar menjadi pesta di kalangan para malaikat karena peristiwa ini adalah pertama kalinya mereka diizinkan terjun ke gelanggang perang di bawah komando Jibril dengan seribu pasukan malaikat pilihan.
“Sesungguhnya Aku akan mendatangkan kepadamu bala bantuan dengan seribu malaikat yang datang berturut-turut.” (Q.S.An Anfal:9)
Para Malaikat yang terlibat dalam Perang Badar memiliki kemuliaan di antara semua malaikat. Rafi’ah bin Rafi’ Az Zarqi mengatakan, “Jibril berkata kepada Nabi SAW dan berkata: Bagaimana kalian menganggap veteran Badar di antara kalian? Rasulullah manjawab: Termasuk muslimin yang paling mulia. Jibril berkata: demikian pula malaikat yang mengikuti perang Badar.”
2. Allah Meneguhkan Hati
“Dan Allah tidak menjadikan (bantuan bala tentara malaikat itu) melainkan sebagai kabar gembira dan agar hatimu menjadi tentram karenanya. Dan kemenangan itu hanya dari sisi Allah. Sesungguhnya Allah Maha Kuasa Maha Perkasa. (Q.S.Al Anfal:10)
3. Rasa Kantuk dan Turunnya Hujan
“Sesungguhnya Allah manjadikan kamu mengantuk sebagai suatu penentraman dariNya dan Allah menurunkan kepadamu hujan dari langit untuk membersihkanmu. Karena dengan air hujan itu, Allah Swt. menghilangkan gangguan syetan darimu dan menguatkan hatimu serta memperteguh kedudukanmu.” (Q.S.Al Anfal:11)
Rasa kantuk yang melanda para mujahid Badar merupakan salah satu nikmat. Mengapa demikian? Karena situasi perang tidak kondusif untuk tidur, guna mengembalikan energi, maka rasa kantuk menjadi suatu terapi dari suasana yang tegang dan mencekam. Karena malam hari bagi kaum musyrikin adalah untuk bersenang-senang, sementara kaum mslimin dikaruniakan rasa kantuk sebagai rangsangan tidur untuk memulihkan kembali tenaga.
Saat itu pun turun hujan baik di tempat kaum muslim maupun kafir. Hal ini berdampak nikmat bagi kaum muslim tetapi menjadi siksaan dan kendala bagi kaum kafir. Contohnya, tanah kaum muslim menjadi padat dan tidak berdebu sehingga menjadi kokoh diinjak dan tidak mengganggu pandangan. Hujan menjadi salah satu bantuan dalam bentuk rahmat yang Allah Swt. turunkan kepada kaum mu’minin dalam pertempuran Badar itu, selain jundun min jundillah atau tentara Allah, sepertia para malaikat yang Allah turunkan untuk mengacaukan pasukan kaum Musyrikin.
Rasulullah saw. dan generasi awal umat ini benar-benar menyadari, bahwa masyarakat paganis ekstrim dari keturunan Quraisy dan semua kelompok yang sejenis dengannya tidak akan pernah membiarkan umat Islam memiliki kebebasan menjalankan Syari’atnya di Kota Yatsrib, setelah sebelumnya mereka diusir beramai-ramai dari Kota Makkah. Dari itu, umat Islam pun mempersiapkan segalanya.
Di Kota Madinah kaum Muslimin mempersiapkan diri dengan membangun kekuatan dengan cara selalu berlatih berperang, agar mereka tidak lagi dilecehkan orang-orang musyrik dan juga kabilah-kabila Yahudi. Sadar akan kekuatan Islam yang selama ini tersebunyi. Hal ini menggetarkan musuh, sehingga musuh tidak menyerang umat Islam di Kota Madinah. Bahkan dengan kekuatan yang dimiliki kaum muslimin ini, masyarakat Quraisy paham bahwa orang-orang Muhajirin yang selama ini lari dari tekanan dan penindasannya, bukan lagi pada posisi yang lemah dan hina. Namun kini mereka telah berubah menjadi satu komunitas yang kuat, dan mampu menggetarkan mereka. Dari itu pasukun Rasululah patut diperhitungkan.
Latihan dan Persiapan Berkala
Rasulullah saw. segera melatih para sahabatnya dan mengutus mereka untuk melakukan pengintaian di sekitar Kota Madinah secara berkala. Tujuannya adalah sebagai latihan, eksplorasi, dan persiapan peperangan. Beberapa tugas yang pernah beliau delegasikan kepada para sahabat antara lain:
1. Pasukan yang dipimpin oleh Hamzah bin ‘Abdul Muththalib. Mereka sebanyak 30 orang penunggang kuda dari kalangan Muhajirin. Pasukan ini ditugaskan berpatroli mengawasi wilayah dari penyelusupan kaum Musyrikin, hingga meliwati daerah Al-‘Iish di tepi laut.
2. Pasukan yang dipimpin oleh ‘Ubaidah bin Harits. Mereka sebanyak 60 orang penunggang kuda dari kalangan Muhajirin sampai ke daerah Raabigh.
3. Pasukan yang dipimpin oleh Sa’d bin Abi Waqqash, dengan kekuatan pengintai berjumlah 80 orang Muhajirin dan bertugas sepanjang jalan yang menghubungkan Makkah dan Madinah.
4. Perang Wuddan. Pasukan yang langsung di bawah pimpinan Rasulullah saw. berjumlah 200 orang penunggang kuda, onta dan pejalan kaki, berjalan memantau wilayah kekuasaan hingga daerah Wuddan. Dalam menjalankan tugas pengawasan wilayah yang dipimpin langsung oleh Rasulullah terjadi Peperangan Wudan. Pada peperangan ini Rasulullah saw. mengadakan perjanjian dengan Bani Dhamrah. Salah satu tujuan peperangan ini adalah untuk membangun sebuah aliansi dengan kabilah-kabilah yang selama ini menguasai jalur yang menghubungkan antara Kota Makkah dan Madinah.
5. Perang ‘Usyairah. peperangan dengan jumlah pasukan sebanyak 200 orang penunggang dan pejalan kaki di bawah kepemimpinan Rasulullah saw. Tujuan dari peperangan ini adalah untuk menunjukkan kekuatan kaum muslimin di hadapan orang-orang musyrikin serta membangun kesepahaman dengan kabilah-kabilah yang terdapat di daerah jalur perdagangan orang Quraisy di antara Kota Makkah dan Madinah.
6. Perang Buwaath. Peperangan dengan jumlah pasukan sebanyak 200 orang penunggang dan pejalan kaki di bawah kemimpinan Rasulullah saw. Tujuannya adalah untuk bisa sampai ke daerah Buwaath dari sisi gunung Radhwa ke jalur perdagangan Quraisy di antara kota Makkah dan Madinah, selain untuk menekan kegiatan perdagangan mereka.
7. Pasukan di bawah pimpinan ‘Abdullah bin Jahsy. Pengintaian berkekuatan delapan orang dari kalangan Muhajirin. Bersama itu, ‘Abdullah membawa sepucuk surat dari Rasulullah saw. Beliau berpesan untuk tidak membuka surat tersebut kecuali dua hari setelah mereka melakukan perjalanan. Ketika surat itu dibuka, di dalamnya terdapat tulisan, ”Jika engkau telah membaca surat ini, maka teruslah berjalan hingga engkau sampai di sebuah pohon kurma yang terletak di antara Makkah dan Thaif. Lalu perhatikan gerak-gerik orang Quraisy dan berikan informasinya kepada kami.” Abdullah segera berangkat hingga akhirnya ia sampai di sebuah pohon kurma. Sebuah kafilah Quraisy lewat dan langsung di serang oleh kaum muslimin. Pada peperangan ini, orang-orang musyrikin yang tewas antara lain ‘Amr bin Hadhrami, sementara kaum muslimin berhasil menawan dua orang dari kalangan musyrikin, namun yang keempat berhasil melarikan diri.
8. Perang Badar Pertama. Prediksi Rasulullah saw. dan para sahabat tentang kaum musyrikin benar-benar menjadi sebuah kenyataan. Tak lama setelah beliau menetap di Kota Madinah, orang-orang musyrikin di bawah pimpinan Karz bin Jabir Al-Fihry melakukan penyerangan terhadap ladang pengembalaan hewan milik orang Madinah dan merampas beberapa ekor unta dan kambing milik kaum muslimin. Rasulullah Saw. pun segera bergerak untuk mengusir agresor tersebut dan merebut kembali unta maupun kambing milik kaum muslimin yang sempat mereka rampas. Pasukan perang kaum muslimin di bawah pimpinan Rasulullah Saw. ketika itu bergerak sampai ke daerah Wadi Sufyan, dekat dengan Badar. Namun demikian mereka tidak dapat mengejar agresor musyrikin sehingga mereka pun harus kembali tanpa ada peperangan.
Latar Belakang Perang Badar Kubra
Perang Badar yang meletus antar kaum muslimin dan orang-orang musyrik dipicu oleh beberapa sebab, di antaranya:
1. Pengusiran Kaum Muslimin dari Kota Makkah
Genderang perang terhadap kaum muslimin, sebenarnya sudah ditabuh oleh orang-orang musyrikin sejak Rasulullah Saw. menyampaikan risalah dakwah. Mereka telah melakukan penyiksaan terhadap kaum muslimian dan merampas harta benda para sahabat nabi di kota Makkah. Perlakukan mereka terhadap orang-orang Muhajirintidak lagi mengenal prikemanusiaan. Mereka rampas rumah dan kekayaan kaum Muhajirin. Orang Islam pun melarikan diri dan menukarnya dengan keridhoan Allah Swt. Kita dapat melihat sendiri bagaimana orang kafir Quraisy merampas dan menguasai harta benda Shuhaib sebagai imbalannya, Shuhaib diizinkan untuk berhijrah ke Madinah. Kita pun dapat menyaksikan bagaimana mereka menduduki rumah-rumah dan peninggalan kaum muslimin yang ditinggal oleh pemiliknya. Dan kejadian 15 abad yang lalu tak ubahnya seperti yang sedang mereka lakukan di Palestina, Afganistan, Irak dan negara-negara Islam lainnya.
2. Penindasan Terhadap Umat Islam Hingga Kota Madinah
Apa yang dilakukan orang Quraisy terhadap umat Islam, ternyata tidak hanya ketika mereka berada di Kota Makkah. Di bahwa pimpinan Kurz bin Habbab Al-Fihri, mereka memprovokasi kaum musyrikin lainnya untuk menyerang, menteror, dan menguasai harta benda milik kaum muslimin yang ada di Kota Madinah (sebagaimana yang terjadi pada Perang Badar Shughra). Oleh karena itu, sudah sewajarnya apabila orang-orang musyrik menerima balasan atas semua permusuhan dan penindasan mereka terhadap umat Islam selama ini. Mereka begitu sadar, bahwa banyak kepentingan dan hasil perdagangan mereka yang akan berpindah ke tangan orang-orang Islam di sana, selain bahwa kini Islam telah memiliki pasukan dan wilayah yang mampu memberikan perlawanan atas kewenang-wenangan, menegakkan kebenaran dan menumbangkan kebatilan meskipun orang-orang yang berhati durjana tidak menyukainya.
3. Memberi Pelajaran Kepada Quraisy
Oleh karena itu, begitu Rasulullah saw. mendengar bahwa kafilah dagang Quraisy yang dipimpin oleh Abu Sufyan bin Harb dan ‘Amr bin Al-‘Ash bersama 40 orang bergerak dari Syam membawa harta orang-orang Quraisy yang keseluruhannya mencapai seribu ekor unta, maka beliau pun segera mengajak kaum muslimin untuk bergerak mendatanginya. Rasulullah saw. mengatakan, ”Ini adalah perdagangan Quraisy. Maka keluarlah kalian, semoga Allah swt. akan memberikannya kepada kalian.” Mendengar seruan ini, sebagian kaum muslimin menyambutnya sementara yang lainnya merasa sedikit berat dengannya. Mereka menggangap bahwa ketika itu Rasulullah saw. tidak bermaksud mengumandangkan sebuah peperangan. Karena beliau mengatakan, ”Barangsiapa yang saat ini memiliki tunggangan, maka hendaklah ia ikut bersama kami.” Beliau tidak menunggu sahabat yang tunggangannya tidak ada pada saat itu.
Hasil Perang Badar
Perang Badar (dengan seluruh hasil yang ia torehkan bagi sejarah harakah Islamiah maupun sejarah umat manusia seluruhnya) telah menjadi sebuah pelajaran yang sangat jelas sekali bagi harakah Islamiah maupun bagi perjalanan sejarah ke depan. Allah swt. menyebut hari itu dengan nama “yaumul furqan yaum iltaqa al-jam’an” atau hari pembeda, hari dimana dua kekuatan bertemu. Peperangan ini sendiri memberikan beberapa buah hasil penting antara lain:
1. Perang Badar merupakan pembatas di antara dua ikatan dan menjadi pembeda antara yang haq dan yang bathil. Kekuatan umat Islam semakin kuat sehingga dataran Arab pun turut memperhitungkannya. Kebenaran muncul di permukaan dengan rambu-rambu akidah dan prinsip-prinsip dasar yang dibawanya.
2. Tergoncangnya kedudukan Quraisy di mata orang Arab serta kegalauan penduduk Makkah di hadapan tamparan yang tak diduga tersebut.
3. Tampilnya umat Islam sebagai sebuah kekuatan yang memiliki arti dan pengaruh. Hal ini menyebabkan banyak kabilah yang tinggal di sepanjang jalur Makkah dan Syam membuat perjanjian kesepakatan dengan mereka. Dengan demikian kaum muslimin sudah berhasil menguasai jalur tersebut.
4. Sebelum Perang Badar meletus, kaum muslimin mengkhawatirkan keberadaan orang-orang non muslim yang tinggal di kota Madinah. Namun setelah mereka kembali ternyata kenyataannya justru sebaliknya.
5. Semakin bertambahnya kebencian orang-orang Yahudi terhadap umat Islam. Sebagian mereka mulai menunjukkan permusuhannya secara terang-terangan. Sementara yang lainnya menjadi agen yang membawa berita seputar perihal kaum muslimin kepada orang-orang Quraisy serta memprovokasi mereka untuk menyerang umat Islam.
6. Aktivitas perdagangan Quraisy menjadi semakin sempit. Akhirnya mereka terpaksa menapaki jalur Irak melalui Najd karena takut apabila dikuasai oleh orang-orang islam. Dan jalur ini merupakan jalur yang panjang.
7. Pada Perang Badar, 14 orang dari kalangan umat Islam gugur sebagai syuhada; 6 orang dari kalangan Muhajirin dan 8 orang dari kalangan Anshar. Sementara dari pihak orang musyrikin tewas sebanyak 70 orang dan 70 orang lagi berhasil ditawan. Kebanyakan dari mereka adalah pemuka dan pembesar Quraisy.
Muroji’
1. Tafsir Al Munir Fi al Aqiidati Wa syari’ati wa minhaji
2. Tahdzib Sirah Ibnu Hisyam,
3. .Ar-Raudh al Anf ; 2/32-38
Rasulullah SAW beserta para sahabat berjalan menuju Badar dan langsung mengambil posisi yang menguntungkan. Setelah orang-orang musyrik muncul dan kedua pihak saling melihat, beliau berdiri memohon pertolongan kepada Allah, diikuti sahabat lainnya dengan penuh ikhlas dan rendah diri di hadapanNya. Ketika dua pasukan semakin mendekat, Rasulullah berdiri di tengah kaum muslimin untuk menyampaikan nasihat dan mengingatkan kemenangan yang tak akan lama lagi diraih. Beliau juga mengabarkan, bahwa Allah menjanjikan masuk surga, bagi siapapun yang syahid di jalanNya.
Pada peperangan ini, diriwayatkan bahwa Rasulullah senantiasa terus memperbanyak doa, dengan penuh ketundukan dan khusyu’, sehingga Abu Bakar iba melihat beliau seraya berkata “Ya Rasulullah, demi diriku yang berada di tanganNya, bergembiralah! Sesungguhnya Allah pasti akan memenuhi janjiNya kepadaMu.” Salah satu dari doa beliau, “Ya Allah, inilah orang-orang Quraisy yang datang dengan kecongkakan dan kesombongannya untuk mendustakan RasulMu. Ya Allah, tunaikanlah kemenangan yang telah Engkau janjikan kepadaku. Ya Allah, kalahkan mereka esok hari…”
Pertempuran dimuali pada pagi hari tahun kedua hujriyah. Rasulullah mengambil seganggam krikil dan melemparakannya ke arah kaum musyrik seraya berkata, “Hancurlah wajah-wajah mereka!” sehingga menimpa mata semua pasukan Quraisy. Allah pun mendukung kaum mukmin dengan bala bantuan berupa Malaikat. Akhirnya, kemenangan besar diraih kaum muslimin. Ada 70 musyrikin yang terbunuh dan 70 orang yang tertawan, sedangkan ada 14 orang dari kaum mukminin yang mengapai syahid.
Bentuk Pertolongan Allah Dalam Perang Badar
Sesungguhnya betapa banyak dan besarnya pertolongan yang Allah berikan bagi pasukan Rasulullah Saw. dalam perang Badar. Betapa janji Allah selalu benar, bahwa Allah Swt. pasti akan menolong hambaNya yang menolong agamaNya. Sejarah telah mencatat rahmat Allah yang menyertai orang-orang yang beriman. Kemenangan sejati selalu ada ketika ia bersandingan dengan iman. Berikut adalah beberapa hal yang menyokong kemenangan yang diraih kaum muslimin.
Sejarah telah mencatat rahmat Allah yang menyertai orang-orang yang beriman. Kemenangan sejati selalu ada ketika ia bersandingan dengan iman
1. Pasukan Malaikat
Abdullah bin Abbas meriwayatkan bahwa ketika seorang sahabat mengejar dengan gigih seorang musyrik yang ada di depannya, tiba-tiba ia mendengar suara pukulan dan suara penunggang kuda yang menghentakkan kudanya. Lalu sahabta tersebut melihat orang musyrik itu jatuh tewas terkapar dengan keadaan hidung dan wajahnya terluka berat akibat pukulan keras. Hal tersebut ia ceritaka kepada Rasulullah SAW, beliau bersabda, “Kau benar, itu adalah pertolongan Allah dari langit ketiga.” (H.R.Bukhari dan Muslim)
Kemenangan pada perang Badar menjadi pesta di kalangan para malaikat karena peristiwa ini adalah pertama kalinya mereka diizinkan terjun ke gelanggang perang di bawah komando Jibril dengan seribu pasukan malaikat pilihan.
“Sesungguhnya Aku akan mendatangkan kepadamu bala bantuan dengan seribu malaikat yang datang berturut-turut.” (Q.S.An Anfal:9)
Para Malaikat yang terlibat dalam Perang Badar memiliki kemuliaan di antara semua malaikat. Rafi’ah bin Rafi’ Az Zarqi mengatakan, “Jibril berkata kepada Nabi SAW dan berkata: Bagaimana kalian menganggap veteran Badar di antara kalian? Rasulullah manjawab: Termasuk muslimin yang paling mulia. Jibril berkata: demikian pula malaikat yang mengikuti perang Badar.”
2. Allah Meneguhkan Hati
“Dan Allah tidak menjadikan (bantuan bala tentara malaikat itu) melainkan sebagai kabar gembira dan agar hatimu menjadi tentram karenanya. Dan kemenangan itu hanya dari sisi Allah. Sesungguhnya Allah Maha Kuasa Maha Perkasa. (Q.S.Al Anfal:10)
3. Rasa Kantuk dan Turunnya Hujan
“Sesungguhnya Allah manjadikan kamu mengantuk sebagai suatu penentraman dariNya dan Allah menurunkan kepadamu hujan dari langit untuk membersihkanmu. Karena dengan air hujan itu, Allah Swt. menghilangkan gangguan syetan darimu dan menguatkan hatimu serta memperteguh kedudukanmu.” (Q.S.Al Anfal:11)
Rasa kantuk yang melanda para mujahid Badar merupakan salah satu nikmat. Mengapa demikian? Karena situasi perang tidak kondusif untuk tidur, guna mengembalikan energi, maka rasa kantuk menjadi suatu terapi dari suasana yang tegang dan mencekam. Karena malam hari bagi kaum musyrikin adalah untuk bersenang-senang, sementara kaum mslimin dikaruniakan rasa kantuk sebagai rangsangan tidur untuk memulihkan kembali tenaga.
Saat itu pun turun hujan baik di tempat kaum muslim maupun kafir. Hal ini berdampak nikmat bagi kaum muslim tetapi menjadi siksaan dan kendala bagi kaum kafir. Contohnya, tanah kaum muslim menjadi padat dan tidak berdebu sehingga menjadi kokoh diinjak dan tidak mengganggu pandangan. Hujan menjadi salah satu bantuan dalam bentuk rahmat yang Allah Swt. turunkan kepada kaum mu’minin dalam pertempuran Badar itu, selain jundun min jundillah atau tentara Allah, sepertia para malaikat yang Allah turunkan untuk mengacaukan pasukan kaum Musyrikin.
Rasulullah saw. dan generasi awal umat ini benar-benar menyadari, bahwa masyarakat paganis ekstrim dari keturunan Quraisy dan semua kelompok yang sejenis dengannya tidak akan pernah membiarkan umat Islam memiliki kebebasan menjalankan Syari’atnya di Kota Yatsrib, setelah sebelumnya mereka diusir beramai-ramai dari Kota Makkah. Dari itu, umat Islam pun mempersiapkan segalanya.
Di Kota Madinah kaum Muslimin mempersiapkan diri dengan membangun kekuatan dengan cara selalu berlatih berperang, agar mereka tidak lagi dilecehkan orang-orang musyrik dan juga kabilah-kabila Yahudi. Sadar akan kekuatan Islam yang selama ini tersebunyi. Hal ini menggetarkan musuh, sehingga musuh tidak menyerang umat Islam di Kota Madinah. Bahkan dengan kekuatan yang dimiliki kaum muslimin ini, masyarakat Quraisy paham bahwa orang-orang Muhajirin yang selama ini lari dari tekanan dan penindasannya, bukan lagi pada posisi yang lemah dan hina. Namun kini mereka telah berubah menjadi satu komunitas yang kuat, dan mampu menggetarkan mereka. Dari itu pasukun Rasululah patut diperhitungkan.
Latihan dan Persiapan Berkala
Rasulullah saw. segera melatih para sahabatnya dan mengutus mereka untuk melakukan pengintaian di sekitar Kota Madinah secara berkala. Tujuannya adalah sebagai latihan, eksplorasi, dan persiapan peperangan. Beberapa tugas yang pernah beliau delegasikan kepada para sahabat antara lain:
1. Pasukan yang dipimpin oleh Hamzah bin ‘Abdul Muththalib. Mereka sebanyak 30 orang penunggang kuda dari kalangan Muhajirin. Pasukan ini ditugaskan berpatroli mengawasi wilayah dari penyelusupan kaum Musyrikin, hingga meliwati daerah Al-‘Iish di tepi laut.
2. Pasukan yang dipimpin oleh ‘Ubaidah bin Harits. Mereka sebanyak 60 orang penunggang kuda dari kalangan Muhajirin sampai ke daerah Raabigh.
3. Pasukan yang dipimpin oleh Sa’d bin Abi Waqqash, dengan kekuatan pengintai berjumlah 80 orang Muhajirin dan bertugas sepanjang jalan yang menghubungkan Makkah dan Madinah.
4. Perang Wuddan. Pasukan yang langsung di bawah pimpinan Rasulullah saw. berjumlah 200 orang penunggang kuda, onta dan pejalan kaki, berjalan memantau wilayah kekuasaan hingga daerah Wuddan. Dalam menjalankan tugas pengawasan wilayah yang dipimpin langsung oleh Rasulullah terjadi Peperangan Wudan. Pada peperangan ini Rasulullah saw. mengadakan perjanjian dengan Bani Dhamrah. Salah satu tujuan peperangan ini adalah untuk membangun sebuah aliansi dengan kabilah-kabilah yang selama ini menguasai jalur yang menghubungkan antara Kota Makkah dan Madinah.
5. Perang ‘Usyairah. peperangan dengan jumlah pasukan sebanyak 200 orang penunggang dan pejalan kaki di bawah kepemimpinan Rasulullah saw. Tujuan dari peperangan ini adalah untuk menunjukkan kekuatan kaum muslimin di hadapan orang-orang musyrikin serta membangun kesepahaman dengan kabilah-kabilah yang terdapat di daerah jalur perdagangan orang Quraisy di antara Kota Makkah dan Madinah.
6. Perang Buwaath. Peperangan dengan jumlah pasukan sebanyak 200 orang penunggang dan pejalan kaki di bawah kemimpinan Rasulullah saw. Tujuannya adalah untuk bisa sampai ke daerah Buwaath dari sisi gunung Radhwa ke jalur perdagangan Quraisy di antara kota Makkah dan Madinah, selain untuk menekan kegiatan perdagangan mereka.
7. Pasukan di bawah pimpinan ‘Abdullah bin Jahsy. Pengintaian berkekuatan delapan orang dari kalangan Muhajirin. Bersama itu, ‘Abdullah membawa sepucuk surat dari Rasulullah saw. Beliau berpesan untuk tidak membuka surat tersebut kecuali dua hari setelah mereka melakukan perjalanan. Ketika surat itu dibuka, di dalamnya terdapat tulisan, ”Jika engkau telah membaca surat ini, maka teruslah berjalan hingga engkau sampai di sebuah pohon kurma yang terletak di antara Makkah dan Thaif. Lalu perhatikan gerak-gerik orang Quraisy dan berikan informasinya kepada kami.” Abdullah segera berangkat hingga akhirnya ia sampai di sebuah pohon kurma. Sebuah kafilah Quraisy lewat dan langsung di serang oleh kaum muslimin. Pada peperangan ini, orang-orang musyrikin yang tewas antara lain ‘Amr bin Hadhrami, sementara kaum muslimin berhasil menawan dua orang dari kalangan musyrikin, namun yang keempat berhasil melarikan diri.
8. Perang Badar Pertama. Prediksi Rasulullah saw. dan para sahabat tentang kaum musyrikin benar-benar menjadi sebuah kenyataan. Tak lama setelah beliau menetap di Kota Madinah, orang-orang musyrikin di bawah pimpinan Karz bin Jabir Al-Fihry melakukan penyerangan terhadap ladang pengembalaan hewan milik orang Madinah dan merampas beberapa ekor unta dan kambing milik kaum muslimin. Rasulullah Saw. pun segera bergerak untuk mengusir agresor tersebut dan merebut kembali unta maupun kambing milik kaum muslimin yang sempat mereka rampas. Pasukan perang kaum muslimin di bawah pimpinan Rasulullah Saw. ketika itu bergerak sampai ke daerah Wadi Sufyan, dekat dengan Badar. Namun demikian mereka tidak dapat mengejar agresor musyrikin sehingga mereka pun harus kembali tanpa ada peperangan.
Latar Belakang Perang Badar Kubra
Perang Badar yang meletus antar kaum muslimin dan orang-orang musyrik dipicu oleh beberapa sebab, di antaranya:
1. Pengusiran Kaum Muslimin dari Kota Makkah
Genderang perang terhadap kaum muslimin, sebenarnya sudah ditabuh oleh orang-orang musyrikin sejak Rasulullah Saw. menyampaikan risalah dakwah. Mereka telah melakukan penyiksaan terhadap kaum muslimian dan merampas harta benda para sahabat nabi di kota Makkah. Perlakukan mereka terhadap orang-orang Muhajirintidak lagi mengenal prikemanusiaan. Mereka rampas rumah dan kekayaan kaum Muhajirin. Orang Islam pun melarikan diri dan menukarnya dengan keridhoan Allah Swt. Kita dapat melihat sendiri bagaimana orang kafir Quraisy merampas dan menguasai harta benda Shuhaib sebagai imbalannya, Shuhaib diizinkan untuk berhijrah ke Madinah. Kita pun dapat menyaksikan bagaimana mereka menduduki rumah-rumah dan peninggalan kaum muslimin yang ditinggal oleh pemiliknya. Dan kejadian 15 abad yang lalu tak ubahnya seperti yang sedang mereka lakukan di Palestina, Afganistan, Irak dan negara-negara Islam lainnya.
2. Penindasan Terhadap Umat Islam Hingga Kota Madinah
Apa yang dilakukan orang Quraisy terhadap umat Islam, ternyata tidak hanya ketika mereka berada di Kota Makkah. Di bahwa pimpinan Kurz bin Habbab Al-Fihri, mereka memprovokasi kaum musyrikin lainnya untuk menyerang, menteror, dan menguasai harta benda milik kaum muslimin yang ada di Kota Madinah (sebagaimana yang terjadi pada Perang Badar Shughra). Oleh karena itu, sudah sewajarnya apabila orang-orang musyrik menerima balasan atas semua permusuhan dan penindasan mereka terhadap umat Islam selama ini. Mereka begitu sadar, bahwa banyak kepentingan dan hasil perdagangan mereka yang akan berpindah ke tangan orang-orang Islam di sana, selain bahwa kini Islam telah memiliki pasukan dan wilayah yang mampu memberikan perlawanan atas kewenang-wenangan, menegakkan kebenaran dan menumbangkan kebatilan meskipun orang-orang yang berhati durjana tidak menyukainya.
3. Memberi Pelajaran Kepada Quraisy
Oleh karena itu, begitu Rasulullah saw. mendengar bahwa kafilah dagang Quraisy yang dipimpin oleh Abu Sufyan bin Harb dan ‘Amr bin Al-‘Ash bersama 40 orang bergerak dari Syam membawa harta orang-orang Quraisy yang keseluruhannya mencapai seribu ekor unta, maka beliau pun segera mengajak kaum muslimin untuk bergerak mendatanginya. Rasulullah saw. mengatakan, ”Ini adalah perdagangan Quraisy. Maka keluarlah kalian, semoga Allah swt. akan memberikannya kepada kalian.” Mendengar seruan ini, sebagian kaum muslimin menyambutnya sementara yang lainnya merasa sedikit berat dengannya. Mereka menggangap bahwa ketika itu Rasulullah saw. tidak bermaksud mengumandangkan sebuah peperangan. Karena beliau mengatakan, ”Barangsiapa yang saat ini memiliki tunggangan, maka hendaklah ia ikut bersama kami.” Beliau tidak menunggu sahabat yang tunggangannya tidak ada pada saat itu.
Hasil Perang Badar
Perang Badar (dengan seluruh hasil yang ia torehkan bagi sejarah harakah Islamiah maupun sejarah umat manusia seluruhnya) telah menjadi sebuah pelajaran yang sangat jelas sekali bagi harakah Islamiah maupun bagi perjalanan sejarah ke depan. Allah swt. menyebut hari itu dengan nama “yaumul furqan yaum iltaqa al-jam’an” atau hari pembeda, hari dimana dua kekuatan bertemu. Peperangan ini sendiri memberikan beberapa buah hasil penting antara lain:
1. Perang Badar merupakan pembatas di antara dua ikatan dan menjadi pembeda antara yang haq dan yang bathil. Kekuatan umat Islam semakin kuat sehingga dataran Arab pun turut memperhitungkannya. Kebenaran muncul di permukaan dengan rambu-rambu akidah dan prinsip-prinsip dasar yang dibawanya.
2. Tergoncangnya kedudukan Quraisy di mata orang Arab serta kegalauan penduduk Makkah di hadapan tamparan yang tak diduga tersebut.
3. Tampilnya umat Islam sebagai sebuah kekuatan yang memiliki arti dan pengaruh. Hal ini menyebabkan banyak kabilah yang tinggal di sepanjang jalur Makkah dan Syam membuat perjanjian kesepakatan dengan mereka. Dengan demikian kaum muslimin sudah berhasil menguasai jalur tersebut.
4. Sebelum Perang Badar meletus, kaum muslimin mengkhawatirkan keberadaan orang-orang non muslim yang tinggal di kota Madinah. Namun setelah mereka kembali ternyata kenyataannya justru sebaliknya.
5. Semakin bertambahnya kebencian orang-orang Yahudi terhadap umat Islam. Sebagian mereka mulai menunjukkan permusuhannya secara terang-terangan. Sementara yang lainnya menjadi agen yang membawa berita seputar perihal kaum muslimin kepada orang-orang Quraisy serta memprovokasi mereka untuk menyerang umat Islam.
6. Aktivitas perdagangan Quraisy menjadi semakin sempit. Akhirnya mereka terpaksa menapaki jalur Irak melalui Najd karena takut apabila dikuasai oleh orang-orang islam. Dan jalur ini merupakan jalur yang panjang.
7. Pada Perang Badar, 14 orang dari kalangan umat Islam gugur sebagai syuhada; 6 orang dari kalangan Muhajirin dan 8 orang dari kalangan Anshar. Sementara dari pihak orang musyrikin tewas sebanyak 70 orang dan 70 orang lagi berhasil ditawan. Kebanyakan dari mereka adalah pemuka dan pembesar Quraisy.
Muroji’
1. Tafsir Al Munir Fi al Aqiidati Wa syari’ati wa minhaji
2. Tahdzib Sirah Ibnu Hisyam,
3. .Ar-Raudh al Anf ; 2/32-38
Diposkan
9th March 2012 oleh Nadya Alawiyah
0
Tambahkan komentar
Para pembaca, semoga Allah Subhaanallaahu wa Ta’aala senantiasa
mencurahkan rahmat-Nya kepada kita semua, salah satu potret realita yang
terkandung dalam rahim sejarah Islam. Peristiwa monumental yang tidak akan
pernah terlupakan dalam benak muslim sejati. Peristiwa yang menggambarkan
pertentangan dua sisi yang berlawanan. Pertarungan antara kebenaran melawan
kebatilan. Manusia beradab melawan manusia biadab. Manusia mulia melawan
manusia tercela. Kaum muslimin yang cinta
kedamaian berseteru dengan kaum kafir yang suka kekacauan. Sebuah tragedi
memilukan hati yang terkandung pelajaran penting dan berharga bagi muslim
sejati terhadap petuah dan perintah (sunnah-sunnah) Rasulullah Shalallahu
‘alaihi wa Sallam. Sebuah insiden berdarah kontak senjata antara
kaum muslimin melawan kaum musyrikin Quraisy yang terjadi pada bulan Syawwal
tahun ketiga Hijriyah, peristiwa tersebut dikenal dengan Perang Uhud. Berikut petikan ringkas
kisahnya:
Latar belakang pertempuran
Mendung kesedihan masih saja menyelimuti kota Makkah. Tak bisa dipungkiri lagi bahwa Musyrikin Quraisy tak mampu menyembunyikan duka lara mendalam perihal kekalahan telak mereka pada perang Badar tahun kedua Hijriyah, hati mereka tersayat pilu tak terkira. Berita kalahnya pasukan Quraisy terasa begitu cepat menyebar keseluruh penjuru kota Makkah, bak awan bergerak menutupi celah celah langit yang kosong di musim penghujan. Berita duka itu serasa gempa bumi menggoncang batok kepala orang-orang musyrik. Namun sangat disayangkan, kekalahan telak kaum paganis Quraisy pada perang itu tak mampu merubah sikap bengis mereka terhadap kaum muslimin. Dendam kesumat nan membara tertancap kokoh dalam hati mereka, tewasnya tokoh-tokoh Quraisy berstrata sosial tinggi pada peristiwa nahas itu semakin menambah kental kebencian Quraisy terhadap kaum muslimin.
Persiapan pasukan Quraisy
Tokoh-tokoh Quraisy seperti Ikrimah bin Abu Jahal, Shafwan bin Umayah, dan Abu Sufyan bin Harb –sebelum mereka masuk Islam– bangkit sebagai pelopor-pelopor yang sangat getol mengobarkan api balas dendam terhadap Islam dan pemeluknya. Para orator ulung bangsa Arab tersebut menempuh langkah-langkah jitu untuk memuluskan program balas dendam tersebut, mula-mula mereka melarang warga Makkah meratapi kematian korban tewas perang Badar kemudian menunda pembayaran tebusan kepada pihak muslim untuk membebaskan tawanan Quraisy yang masih tersisa di Madinah. Mereka sibuk menggalang dana untuk menyongsong aksi balas dendam, mereka datang kepada para pemilik kafilah dagang Quraisy yang merupakan pemicu utama terjadinya perang Badar, seraya menyeru: ”Wahai orang-orang Quraisy! Sungguh Muhammad telah menganiaya kalian serta membunuh tokoh-tokoh kalian! Maka bantulah kami dengan harta kalian untuk membalasnya! Mudah-mudahan kami bisa menuntut balas terhadap mereka.”
Rencana tersebut mendapat respon hangat dari masyarakat Quraisy, kontan dalam waktu yang sangat singkat terkumpul dana perang yang cukup banyak berupa 1000 onta dan 50.000 keping mata uang emas. Sebagaimana yang Allah Subhaanallaahu wa Ta’aala lansir pada ayat ketigapuluh enam dari surat Al-Anfal:
Sesungguhnya orang-orang kafir itu mereka menginfakkan harta mereka untuk menghalangi manusia dari jalan Allah…
Hari demi hari tampak upaya mereka mendapat hasil signifikan. Betapa tidak, hanya dalam kurun waktu satu tahun saja mereka mampu menghimpun pasukan tiga kali lipat lebih besar dibanding jumlah pasukan Quraisy pada perang setahun lalu (perang Badar) ditambah fasilitas persenjataan yang memadai terdiri dari 3000 onta, 200 kuda dan 700 baju besi, jumlah total pasukan tidak kurang dari 3000 prajurit ditambah lima belas wanita bertugas mengobarkan semangat tempur dan menghalau pasukan lari mundur kebelakang.
Bertindak sebagai panglima tertinggi pasukan Quraisy adalah Abu Sufyan bin Harb, adapun pasukan berkuda dibawah komando Khalid bin Al Walid dan Ikrimah bin Abu Jahal, sementara panji- panji perang dipegang para ahli perang dari Kabilah Bani Abdud Dar, dan barisan wanita dibawah koordinasi Hindun bintu ’Utbah istri Abu Sufyan. Terasa lengkap dan cukup memadai persiapan Quraisy dalam periode putaran perang kali ini, arak-arakan pasukan besar sarat anarkisme dan angkara murka kini tengah merangsek menuju Madinah menyandang misi balas dendam dan melampiaskan nafsu setan-setan jahat.
Sampainya kabar kepada Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wa Sallam
Beliau menerima surat rahasia dari Al Abbas bin Abdul Mutthalib paman beliau yang masih bermukim di Makkah. Kala itu Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wa Sallam berada di Quba, Ubay bin Ka’ab diminta untuk membaca surat tersebut dan merahasiakan isinya. Beliau bergegas menuju Madinah mengadakan persiapan militer menyongsong kedatangan ’tamu tak diharapkan itu’.
Bak angin berhembus, berita pergerakan pasukan kafir Quraisy menyebar keseluruh penjuru Madinah, tak ayal kondisi kota itu kontan tegang mendadak, penduduk kota siaga satu, setiap laki-laki tidak lepas dari senjatanya walau dalam kondisi shalat. Sampai-sampai mereka bermalam di depan pintu rumah dalam keadaan merangkul senjata.
Majelis musyawarah militer
Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wa Sallam mengumpulkan para sahabatnya sembari bersabda: ”Demi Allah sungguh aku telah melihat pertanda baik, aku melihat seekor sapi yang disembelih, pedangku tumpul, dan aku masukkan tanganku didalam baju besi, aku ta’wilkan sapi dengan gugurnya sekelompok orang dari sahabatku, tumpulnya pedangku dengan gugurnya salah satu anggota keluargaku sementara baju besi dengan Madinah”.
Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wa Sallam berpendapat agar tetap bertahan di dalam kota Madinah dan meladeni tantangan mereka di mulut-mulut lorong kota Madinah. Pendapat ini disetujui oleh gembong munafik Abdullah bin Ubay bin Salul, musuh Allah ini memilih pendapat ini bukan atas pertimbangan strategi militer melainkan agar dirinya bisa dengan mudah kabur dari pertempuran tanpa mencolok pandangan manusia. Adapun mayoritas para sahabat, mereka cenderung memilih menyambut tantangan Quraiys di luar Madinah dengan alasan banyak diantara mereka tidak sempat ambil bagian dalam perang Badar, kali ini mereka tidak ingin ketinggalan untuk ’menanam saham’ pada puncak amalan tertinggi dalam Islam. Hamzah bin Abdul Mutthalib sangat mendukung pendapat ini seraya berkata: ”Demi Dzat Yang menurunkan Al Qur’an kepadamu, sungguh Aku tidak akan makan sampai Aku mencincang mereka dengan pedangku di luar Madinah”
Dengan mempertimbangkan berbagai usulan para sahabat akhirnya Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wa Sallam memutuskan untuk menjawab tantangan Quraisy di medan terbuka luar kota Madinah. Dan meninggalkan selera Abdullah bin Ubay.
Hari itu Jum’at tanggal 6 Syawwal 3 H beliau memberi wasiat kepada para sahabat agar bersemangat penuh kesungguhan dan bahwasannya Allah akan memberi pertolongan atas kesabaran mereka. Lalu mereka shalat Ashar dan Beliau beranjak masuk kedalam rumah bersama Abu Bakar dan Umar bin Al Khathab, saat itu beliau mengenakan baju besi dan mempersiapkan persenjataan.
Para sahabat menyesal dengan sikap mereka yang terkesan memaksa Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wa Sallam untuk keluar dari Madinah, tatkala Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wa Sallam keluar mereka berkata: ”Wahai Rasulullah, kami tidak bermaksud menyelisihi pendapatmu, putuskanlah sekehendakmu! Jika engkau lebih suka bertahan di Madinah maka lakukanlah!” Beliau menjawab: ”Tidak pantas bagi seorang nabi menanggalkan baju perang yang telah dipakainya sebelum Allah memberi keputusan antara dia dengan musuhnya.”
Kondisi umum pasukan Islam
Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wa Sallam membagi pasukan Islam menjadi tiga batalyon: Batalyon Muhajirin dibawah komando Mush’ab bin Umair, Batalyon Aus dikomando oleh Usaid bin Hudhair dan Batalyon Khazraj dipimpin oleh Khabbab bin Al Mundzir . Jumlah total pasukan Islam hanya 1000 orang, dengan perlengkapan fasilitas serba minim berupa 100 baju besi dan 50 ekor kuda (dikisahkan dalam sebuah riwayat: tanpa adanya kuda sama sekali) dalam perang ini. Wallahu a’lam
Sesampainya pasukan Islam disebuah tempat yang dikenal dengan Asy Syaikhan, Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wa Sallam menyeleksi beberapa para sahabat yang masih sangat dini usia mereka diantaranya Abdullah bin Umar bin Al Khathab, Usamah bin Zaid, Zaid bin Tsabit, Abu Said Al Khudry dan beberapa sahabat muda lainnya, tak urung kesedihan pun tampak di wajah mereka dengan terpaksa mereka harus kembali ke Madinah.
Orang-orang munafikin melakukan penggembosan
Berdalih karena pendapatnya ditolak oleh Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wa Sallam, tokoh munafik Abdullah bin Ubay bin Salul melakukan aksi penggembosan dalam tubuh pasukan Islam. Musuh Allah ini berhasil memprovokasi hampir sepertiga jumlah total pasukan, tidak kurang dari 300 orang kabur meninggalkan front jihad fisabilillah. ’Manusia bermuka dua’ ini memang sengaja melakukan aksi penggembosan ditengah perjalanan agar tercipta kerisauan di hati pasukan Islam sekaligus menyedot sebanyak mungkin kekuatan muslimin.
Strategi militer Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wa Sallam dan tugas pasukan
Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wa Sallam sang ahli strategi militer mengatur barisan pasukan dan membagi tugas serta misi mereka. Beliau menempatkan 50 pemanah di bukit Ainan bertugas sebagai sniper-sniper dibawah komando Abdullah bin Jubair bin Nu’man Al Anshary, Beliau memberi intruksi militer seraya bersabda:”Gempurlah mereka dengan panah-panah kalian! Jangan tinggalkan posisi kalian dalam kondisi apapun! Lindungi punggung-punggung kami dengan panah-panah kalian! Jangan bantu kami sekalipun kami terbunuh! Dan jangan bergabung bersama kami sekalipun kami mendapat rampasan perang!. Dalam riwayat Bukhari: jangan tinggalkan posisi kalian sekalipun kalian melihat burung-burung telah menyambar kami sampai datang utusanku kepada kalian!
Sesampainya di Uhud kedua pasukan saling mendekat, panglima kafir Quraisy Abu Sufyan berupaya memecah persatuan pasukan Islam, dia berkata kepada kaum Anshar: ”Biarkan urusan kami dengan anak-anak paman kami (Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wa Sallam dan kaum Muhajirin)! Maka kami tidak akan mengusik kalian, kami tidak ada kepentingan memerangi kalian!”
Akan tetapi, upaya Abu Sufyan tidak menuai hasil karena kokohnya keimanan kaum Anshar. Justru sebaliknya, mereka membalasnya dengan ucapan yang amat pedas yang membuat panas telinga orang yang mendengarnya.
Awal mula pertempuran
Thalhah bin Abi Thalhah Al Abdary pengampu panji perang kafir Quraisy seorang yang dikenal sangat mahir dan pemberani maju menantang mubarazah (duel), secepat kilat Zubair Ibnul Awwam menerkam dan membantingnya kemudian menggorok lehernya, Thalhah tak berdaya melepas nafas terakhirnya. Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wa Sallam bertakbir dan bertakbirlah kaum muslimin. Bangkitlah Abu Syaibah Utsman bin Abi Thalhah mengibarkan kembali panji tersebut, dengan penuh kesombongan menantang duel, secepat kilat pula Hamzah bin Abdul Mutthalib menghantam pundaknya dengan sabetan pedang yang sangat kuat hingga menembus pusarnya tak ayal tangan dan pundaknya terlepas, Utsman tersungkur tak berdaya meregang nyawa. Berikutnya Abu Sa’ad bin Abi Thalhah mengambil panji tersebut namun seiring dengan itu anak panah Sa’ad bin Abi Waqash menembus kerongkongannya, tak pelak dia jatuh terjerembab ketanah menjulurkan lidah menjadi seonggok mayat. Musafi’ bin Abi Thalhah memberanikan diri mengangkat kembali panji Quraisy namun ia tewas mendadak tersambar runcingnya anak panah Ashim bin Tsabit bin Abul Aflah. Berikutnya Kilab bin Thalhah bin Abi Thalhah saudara kandung Musafi’ mengibarkan kembali panji itu namun ia segera roboh ketanah mengakhiri hidupnya setelah pedang Zubair bin Al Awwam menyambar badannya. Al Jallas bin Abi Thalhah segera menopang kembali menopang panji itu, namun sabetan pedang Thalhah bin Ubaidillah segera memecat nyawa dari tubuhnya. Keenam pemberani tersebut berasal dari satu keluarga kabilah Bani Abdi Dar. Kemudian Arthah bin Syurahbil maju namun Ali bin Abi Thalib tak membiarkannya hidup lama menenteng panji dan langsung melibasnya, realita spektakuler aneh tapi nyata, tidaklah seorang dari musyrikin mengambil panji tersebut melainkan terenggut nyawanya hingga genap sepuluh orang menemui ajalnya disekitar panji perang musyrikin. Setelah itu tak ada seorang pun dari mereka yang bernyali mengambil panji yang tergeletak di bumi Uhud.
Wallähu Ta’älä A’lamu bish Shawäb.
Latar belakang pertempuran
Mendung kesedihan masih saja menyelimuti kota Makkah. Tak bisa dipungkiri lagi bahwa Musyrikin Quraisy tak mampu menyembunyikan duka lara mendalam perihal kekalahan telak mereka pada perang Badar tahun kedua Hijriyah, hati mereka tersayat pilu tak terkira. Berita kalahnya pasukan Quraisy terasa begitu cepat menyebar keseluruh penjuru kota Makkah, bak awan bergerak menutupi celah celah langit yang kosong di musim penghujan. Berita duka itu serasa gempa bumi menggoncang batok kepala orang-orang musyrik. Namun sangat disayangkan, kekalahan telak kaum paganis Quraisy pada perang itu tak mampu merubah sikap bengis mereka terhadap kaum muslimin. Dendam kesumat nan membara tertancap kokoh dalam hati mereka, tewasnya tokoh-tokoh Quraisy berstrata sosial tinggi pada peristiwa nahas itu semakin menambah kental kebencian Quraisy terhadap kaum muslimin.
Persiapan pasukan Quraisy
Tokoh-tokoh Quraisy seperti Ikrimah bin Abu Jahal, Shafwan bin Umayah, dan Abu Sufyan bin Harb –sebelum mereka masuk Islam– bangkit sebagai pelopor-pelopor yang sangat getol mengobarkan api balas dendam terhadap Islam dan pemeluknya. Para orator ulung bangsa Arab tersebut menempuh langkah-langkah jitu untuk memuluskan program balas dendam tersebut, mula-mula mereka melarang warga Makkah meratapi kematian korban tewas perang Badar kemudian menunda pembayaran tebusan kepada pihak muslim untuk membebaskan tawanan Quraisy yang masih tersisa di Madinah. Mereka sibuk menggalang dana untuk menyongsong aksi balas dendam, mereka datang kepada para pemilik kafilah dagang Quraisy yang merupakan pemicu utama terjadinya perang Badar, seraya menyeru: ”Wahai orang-orang Quraisy! Sungguh Muhammad telah menganiaya kalian serta membunuh tokoh-tokoh kalian! Maka bantulah kami dengan harta kalian untuk membalasnya! Mudah-mudahan kami bisa menuntut balas terhadap mereka.”
Rencana tersebut mendapat respon hangat dari masyarakat Quraisy, kontan dalam waktu yang sangat singkat terkumpul dana perang yang cukup banyak berupa 1000 onta dan 50.000 keping mata uang emas. Sebagaimana yang Allah Subhaanallaahu wa Ta’aala lansir pada ayat ketigapuluh enam dari surat Al-Anfal:
Sesungguhnya orang-orang kafir itu mereka menginfakkan harta mereka untuk menghalangi manusia dari jalan Allah…
Hari demi hari tampak upaya mereka mendapat hasil signifikan. Betapa tidak, hanya dalam kurun waktu satu tahun saja mereka mampu menghimpun pasukan tiga kali lipat lebih besar dibanding jumlah pasukan Quraisy pada perang setahun lalu (perang Badar) ditambah fasilitas persenjataan yang memadai terdiri dari 3000 onta, 200 kuda dan 700 baju besi, jumlah total pasukan tidak kurang dari 3000 prajurit ditambah lima belas wanita bertugas mengobarkan semangat tempur dan menghalau pasukan lari mundur kebelakang.
Bertindak sebagai panglima tertinggi pasukan Quraisy adalah Abu Sufyan bin Harb, adapun pasukan berkuda dibawah komando Khalid bin Al Walid dan Ikrimah bin Abu Jahal, sementara panji- panji perang dipegang para ahli perang dari Kabilah Bani Abdud Dar, dan barisan wanita dibawah koordinasi Hindun bintu ’Utbah istri Abu Sufyan. Terasa lengkap dan cukup memadai persiapan Quraisy dalam periode putaran perang kali ini, arak-arakan pasukan besar sarat anarkisme dan angkara murka kini tengah merangsek menuju Madinah menyandang misi balas dendam dan melampiaskan nafsu setan-setan jahat.
Sampainya kabar kepada Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wa Sallam
Beliau menerima surat rahasia dari Al Abbas bin Abdul Mutthalib paman beliau yang masih bermukim di Makkah. Kala itu Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wa Sallam berada di Quba, Ubay bin Ka’ab diminta untuk membaca surat tersebut dan merahasiakan isinya. Beliau bergegas menuju Madinah mengadakan persiapan militer menyongsong kedatangan ’tamu tak diharapkan itu’.
Bak angin berhembus, berita pergerakan pasukan kafir Quraisy menyebar keseluruh penjuru Madinah, tak ayal kondisi kota itu kontan tegang mendadak, penduduk kota siaga satu, setiap laki-laki tidak lepas dari senjatanya walau dalam kondisi shalat. Sampai-sampai mereka bermalam di depan pintu rumah dalam keadaan merangkul senjata.
Majelis musyawarah militer
Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wa Sallam mengumpulkan para sahabatnya sembari bersabda: ”Demi Allah sungguh aku telah melihat pertanda baik, aku melihat seekor sapi yang disembelih, pedangku tumpul, dan aku masukkan tanganku didalam baju besi, aku ta’wilkan sapi dengan gugurnya sekelompok orang dari sahabatku, tumpulnya pedangku dengan gugurnya salah satu anggota keluargaku sementara baju besi dengan Madinah”.
Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wa Sallam berpendapat agar tetap bertahan di dalam kota Madinah dan meladeni tantangan mereka di mulut-mulut lorong kota Madinah. Pendapat ini disetujui oleh gembong munafik Abdullah bin Ubay bin Salul, musuh Allah ini memilih pendapat ini bukan atas pertimbangan strategi militer melainkan agar dirinya bisa dengan mudah kabur dari pertempuran tanpa mencolok pandangan manusia. Adapun mayoritas para sahabat, mereka cenderung memilih menyambut tantangan Quraiys di luar Madinah dengan alasan banyak diantara mereka tidak sempat ambil bagian dalam perang Badar, kali ini mereka tidak ingin ketinggalan untuk ’menanam saham’ pada puncak amalan tertinggi dalam Islam. Hamzah bin Abdul Mutthalib sangat mendukung pendapat ini seraya berkata: ”Demi Dzat Yang menurunkan Al Qur’an kepadamu, sungguh Aku tidak akan makan sampai Aku mencincang mereka dengan pedangku di luar Madinah”
Dengan mempertimbangkan berbagai usulan para sahabat akhirnya Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wa Sallam memutuskan untuk menjawab tantangan Quraisy di medan terbuka luar kota Madinah. Dan meninggalkan selera Abdullah bin Ubay.
Hari itu Jum’at tanggal 6 Syawwal 3 H beliau memberi wasiat kepada para sahabat agar bersemangat penuh kesungguhan dan bahwasannya Allah akan memberi pertolongan atas kesabaran mereka. Lalu mereka shalat Ashar dan Beliau beranjak masuk kedalam rumah bersama Abu Bakar dan Umar bin Al Khathab, saat itu beliau mengenakan baju besi dan mempersiapkan persenjataan.
Para sahabat menyesal dengan sikap mereka yang terkesan memaksa Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wa Sallam untuk keluar dari Madinah, tatkala Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wa Sallam keluar mereka berkata: ”Wahai Rasulullah, kami tidak bermaksud menyelisihi pendapatmu, putuskanlah sekehendakmu! Jika engkau lebih suka bertahan di Madinah maka lakukanlah!” Beliau menjawab: ”Tidak pantas bagi seorang nabi menanggalkan baju perang yang telah dipakainya sebelum Allah memberi keputusan antara dia dengan musuhnya.”
Kondisi umum pasukan Islam
Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wa Sallam membagi pasukan Islam menjadi tiga batalyon: Batalyon Muhajirin dibawah komando Mush’ab bin Umair, Batalyon Aus dikomando oleh Usaid bin Hudhair dan Batalyon Khazraj dipimpin oleh Khabbab bin Al Mundzir . Jumlah total pasukan Islam hanya 1000 orang, dengan perlengkapan fasilitas serba minim berupa 100 baju besi dan 50 ekor kuda (dikisahkan dalam sebuah riwayat: tanpa adanya kuda sama sekali) dalam perang ini. Wallahu a’lam
Sesampainya pasukan Islam disebuah tempat yang dikenal dengan Asy Syaikhan, Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wa Sallam menyeleksi beberapa para sahabat yang masih sangat dini usia mereka diantaranya Abdullah bin Umar bin Al Khathab, Usamah bin Zaid, Zaid bin Tsabit, Abu Said Al Khudry dan beberapa sahabat muda lainnya, tak urung kesedihan pun tampak di wajah mereka dengan terpaksa mereka harus kembali ke Madinah.
Orang-orang munafikin melakukan penggembosan
Berdalih karena pendapatnya ditolak oleh Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wa Sallam, tokoh munafik Abdullah bin Ubay bin Salul melakukan aksi penggembosan dalam tubuh pasukan Islam. Musuh Allah ini berhasil memprovokasi hampir sepertiga jumlah total pasukan, tidak kurang dari 300 orang kabur meninggalkan front jihad fisabilillah. ’Manusia bermuka dua’ ini memang sengaja melakukan aksi penggembosan ditengah perjalanan agar tercipta kerisauan di hati pasukan Islam sekaligus menyedot sebanyak mungkin kekuatan muslimin.
Strategi militer Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wa Sallam dan tugas pasukan
Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wa Sallam sang ahli strategi militer mengatur barisan pasukan dan membagi tugas serta misi mereka. Beliau menempatkan 50 pemanah di bukit Ainan bertugas sebagai sniper-sniper dibawah komando Abdullah bin Jubair bin Nu’man Al Anshary, Beliau memberi intruksi militer seraya bersabda:”Gempurlah mereka dengan panah-panah kalian! Jangan tinggalkan posisi kalian dalam kondisi apapun! Lindungi punggung-punggung kami dengan panah-panah kalian! Jangan bantu kami sekalipun kami terbunuh! Dan jangan bergabung bersama kami sekalipun kami mendapat rampasan perang!. Dalam riwayat Bukhari: jangan tinggalkan posisi kalian sekalipun kalian melihat burung-burung telah menyambar kami sampai datang utusanku kepada kalian!
Sesampainya di Uhud kedua pasukan saling mendekat, panglima kafir Quraisy Abu Sufyan berupaya memecah persatuan pasukan Islam, dia berkata kepada kaum Anshar: ”Biarkan urusan kami dengan anak-anak paman kami (Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wa Sallam dan kaum Muhajirin)! Maka kami tidak akan mengusik kalian, kami tidak ada kepentingan memerangi kalian!”
Akan tetapi, upaya Abu Sufyan tidak menuai hasil karena kokohnya keimanan kaum Anshar. Justru sebaliknya, mereka membalasnya dengan ucapan yang amat pedas yang membuat panas telinga orang yang mendengarnya.
Awal mula pertempuran
Thalhah bin Abi Thalhah Al Abdary pengampu panji perang kafir Quraisy seorang yang dikenal sangat mahir dan pemberani maju menantang mubarazah (duel), secepat kilat Zubair Ibnul Awwam menerkam dan membantingnya kemudian menggorok lehernya, Thalhah tak berdaya melepas nafas terakhirnya. Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wa Sallam bertakbir dan bertakbirlah kaum muslimin. Bangkitlah Abu Syaibah Utsman bin Abi Thalhah mengibarkan kembali panji tersebut, dengan penuh kesombongan menantang duel, secepat kilat pula Hamzah bin Abdul Mutthalib menghantam pundaknya dengan sabetan pedang yang sangat kuat hingga menembus pusarnya tak ayal tangan dan pundaknya terlepas, Utsman tersungkur tak berdaya meregang nyawa. Berikutnya Abu Sa’ad bin Abi Thalhah mengambil panji tersebut namun seiring dengan itu anak panah Sa’ad bin Abi Waqash menembus kerongkongannya, tak pelak dia jatuh terjerembab ketanah menjulurkan lidah menjadi seonggok mayat. Musafi’ bin Abi Thalhah memberanikan diri mengangkat kembali panji Quraisy namun ia tewas mendadak tersambar runcingnya anak panah Ashim bin Tsabit bin Abul Aflah. Berikutnya Kilab bin Thalhah bin Abi Thalhah saudara kandung Musafi’ mengibarkan kembali panji itu namun ia segera roboh ketanah mengakhiri hidupnya setelah pedang Zubair bin Al Awwam menyambar badannya. Al Jallas bin Abi Thalhah segera menopang kembali menopang panji itu, namun sabetan pedang Thalhah bin Ubaidillah segera memecat nyawa dari tubuhnya. Keenam pemberani tersebut berasal dari satu keluarga kabilah Bani Abdi Dar. Kemudian Arthah bin Syurahbil maju namun Ali bin Abi Thalib tak membiarkannya hidup lama menenteng panji dan langsung melibasnya, realita spektakuler aneh tapi nyata, tidaklah seorang dari musyrikin mengambil panji tersebut melainkan terenggut nyawanya hingga genap sepuluh orang menemui ajalnya disekitar panji perang musyrikin. Setelah itu tak ada seorang pun dari mereka yang bernyali mengambil panji yang tergeletak di bumi Uhud.
Wallähu Ta’älä A’lamu bish Shawäb.
Diposkan
9th March 2012 oleh Nadya Alawiyah
0
Tambahkan komentar
Pertempuran
Badar (bahasa Arab: غزوة
بدر, ghazawāt badr), adalah
pertempuran besar pertama antara umat Islam
melawan musuh-musuhnya. Perang ini terjadi pada 17 Maret
624
Masehi atau 17 Ramadan 2 Hijriah. Pasukan kecil kaum Muslim yang
berjumlah 313 orang bertempur menghadapi pasukan Quraisy[1] dari Mekkah yang berjumlah 1.000 orang. Setelah bertempur
habis-habisan sekitar dua jam, pasukan Muslim menghancurkan barisan pertahanan
pasukan Quraisy, yang kemudian mundur dalam kekacauan.
Sebelum pertempuran ini, kaum Muslim dan penduduk Mekkah telah terlibat dalam beberapa kali konflik bersenjata skala kecil antara akhir 623 sampai dengan awal 624, dan konflik bersenjata tersebut semakin lama semakin sering terjadi. Meskipun demikian, Pertempuran Badar adalah pertempuran skala besar pertama yang terjadi antara kedua kekuatan itu. Muhammad saat itu sedang memimpin pasukan kecil dalam usahanya melakukan pencegatan terhadap kafilah Quraisy yang baru saja pulang dari Syam, ketika ia dikejutkan oleh keberadaan pasukan Quraisy yang jauh lebih besar. Pasukan Muhammad yang sangat berdisiplin bergerak maju terhadap posisi pertahanan lawan yang kuat, dan berhasil menghancurkan barisan pertahanan Mekkah sekaligus menewaskan beberapa pemimpin penting Quraisy, antara lain ialah Abu Jahal alias Amr bin Hisyam.
Bagi kaum Muslim awal, pertempuran ini sangatlah berarti karena merupakan bukti pertama bahwa mereka sesungguhnya berpeluang untuk mengalahkan musuh mereka di Mekkah. Mekkah saat itu merupakan salah satu kota terkaya dan terkuat di Arabia zaman jahiliyah. Kemenangan kaum Muslim juga memperlihatkan kepada suku-suku Arab lainnya bahwa suatu kekuatan baru telah bangkit di Arabia, serta memperkokoh otoritas Muhammad sebagai pemimpin atas berbagai golongan masyarakat Madinah yang sebelumnya sering bertikai. Berbagai suku Arab mulai memeluk agama Islam dan membangun persekutuan dengan kaum Muslim di Madinah; dengan demikian, ekspansi agama Islam pun dimulai.
Kekalahan Quraisy dalam Pertempuran Badar menyebabkan mereka bersumpah untuk membalas dendam, dan hal ini terjadi sekitar setahun kemudian dalam Pertempuran Uhud.
Sebelum pertempuran ini, kaum Muslim dan penduduk Mekkah telah terlibat dalam beberapa kali konflik bersenjata skala kecil antara akhir 623 sampai dengan awal 624, dan konflik bersenjata tersebut semakin lama semakin sering terjadi. Meskipun demikian, Pertempuran Badar adalah pertempuran skala besar pertama yang terjadi antara kedua kekuatan itu. Muhammad saat itu sedang memimpin pasukan kecil dalam usahanya melakukan pencegatan terhadap kafilah Quraisy yang baru saja pulang dari Syam, ketika ia dikejutkan oleh keberadaan pasukan Quraisy yang jauh lebih besar. Pasukan Muhammad yang sangat berdisiplin bergerak maju terhadap posisi pertahanan lawan yang kuat, dan berhasil menghancurkan barisan pertahanan Mekkah sekaligus menewaskan beberapa pemimpin penting Quraisy, antara lain ialah Abu Jahal alias Amr bin Hisyam.
Bagi kaum Muslim awal, pertempuran ini sangatlah berarti karena merupakan bukti pertama bahwa mereka sesungguhnya berpeluang untuk mengalahkan musuh mereka di Mekkah. Mekkah saat itu merupakan salah satu kota terkaya dan terkuat di Arabia zaman jahiliyah. Kemenangan kaum Muslim juga memperlihatkan kepada suku-suku Arab lainnya bahwa suatu kekuatan baru telah bangkit di Arabia, serta memperkokoh otoritas Muhammad sebagai pemimpin atas berbagai golongan masyarakat Madinah yang sebelumnya sering bertikai. Berbagai suku Arab mulai memeluk agama Islam dan membangun persekutuan dengan kaum Muslim di Madinah; dengan demikian, ekspansi agama Islam pun dimulai.
Kekalahan Quraisy dalam Pertempuran Badar menyebabkan mereka bersumpah untuk membalas dendam, dan hal ini terjadi sekitar setahun kemudian dalam Pertempuran Uhud.
Diposkan
9th March 2012 oleh Nadya Alawiyah
0
Tambahkan komentar
1.
PERANG BADAR
Terjadi pada 17 Ramadhan tahun kedua Hijrah. Meletus di Badar, terletak antara kota Mekkah dan Madinah. Tentara Islam yang hanya berjumlah 313 orang berhadapan dengan kaum kafir Quraisy yang berjumlah 1000 orang. Melihat jumlah tentara lawan tiga kali lipat lebih besar, Rasulullah berdo'a:
"Ya Alloh, menangkanlah pasukan hambamu.Bila umat yang kecil binasa, maka akan berjayalah agama berhala di muka bumi tidak akan ada orang yang menyembah-Mu"
Ketika itulah turun wahyu yang memerintahkan agar nabi mengerahkan orang-ornag mukmin untuk bertempur.Alloh memberi jaminan bahwa 20 orang mukmin yang sabar akan dapat membinasakan 200 orang musuh, dan 100 orang mukmiin akan dapat mengalahkan 1000 orang kafir, sebab orang kafir tidak memiliki pegangan yang teguh.
Nabi segera mengambil segenggam pasir dan melemparkannya ke arah musuh sebagai isyarat perintah menyerang. Sesaat kemudian orang-orang mukmiin melakukan penyerangan dengan meneriakkan kata "Ahad..ahad...ahad... "
angin berhembus kencang dengan menerbangkan debu-debu ke arah musuh. Keadaan ini sangat membantu kaum muslimin dan kemenangan yang dijanjikan Alloh pun menjadi kenyataan.
Dalam perang ini tentara Islam hanya 14 orang yang syahid. Sedang pihak kafir 70 orang tewas termasuk tokoh-tokoh seperti Abu Jahal bin Hisyam ( panglima ), Utbah bin Rabian, Syaibah bin Rabi'ah, dan Umaiyah bin Shilt.
2. PERANG UHUD
Perang ini merupakan dendam dari kaum Quraisy atas kekalahan mereka dalam perang Badar. Mereka mengerahkan 3000 tentara.Sedang kaum muslimin hanya 1000 prajurit itupun kemudian berkurang, karena orang-orang munafik yang sebanyak 300 orang akhirnya mengundurkan diri atas pengaruh orang-orang Yahudi.
Rasulullah saw menempatkan pasukan muslimin di bukit Uhud, sedang sebelah kiri, pasukan muslim dilindungi oleh bukit Ainan. Kemudian 50 orang di bawah pimpinan Ibnu Jubair diperintahkan menjaga celah bukit dari belakang dan dilarang meninggalkan tempat itu, apa pun yang akan terjadi.
Melihat posisi kaum muslimin tersebut, pasukan kafir Qurasiy mengadakan serangan dengan formasi berbentuk bulan sabit. Namun serangan mereka dapat dipatahkan. Belasan pasukan mereka berguguran, sedang yang lainnya lari meninggalkan medan.Keadaan ini membuat pasukan pimpinan Ibnu Jubair terpancing untuk turut mengadakan pengejaran dengan harapan dapat memperoleh harta yang ditinggalkan musuh.
Sebagian kaum kafir yang mengetahui tempat Ibnu Jubair dan pasukannya telah kosong, segera memanfaatkannya untuk melakukan serangan balik.Akibatnya dalam pertempuran ini umat Islam menderita kerugian tewas 70 orang, sedang di pihak musuh hanya 25 orang. Kekalahan ini menginsafkan mereka bahwa melanggar dan mengabaikan perintah nabi akan mendatangkan kerugian.
3. PERANG GHATAFA
Terjadi pada tahun ketiga Hijrah.Dalam perang ini terjadi peristiwa besar, yaitu sewaktu Nabi beristirahat muncullah Du'tsur secara diam-diam seraya menghunuskan pedangnya kepada beliau.
"Siapakah yang melindungimu, hai Muhammad?"
dengan tenang, nabi menjawab : "Alloh Ta'ala."
seketika Du'tsur gemetar, pedangnya yang sudah terhunus di leher nabi terjatuh, nabi mengambilnya lantas balik menghunuskannya kepada Du'tsur sambil bertanya : "Siapakah yang dapat melindungimu dariku?"
"Tidak ada."
Nabi memaafkannya, akhirnya Du'tsur masuk Islam dan mengajak kaumnya masuk Islam.
4. PERANG KHANDAQ/AHZAB
Terjadi pada tahun kelima Hijrah. Perang ini berawal dari kaum Yahudi yang melanggar perjanjian perdamaian dengan umat Islam, mereka bergabung dengan kaum kafir Quraisy, jumlah pasukan musuh seluruhnya mencapai 10.000 orang,sedangkan nabi hanya dapat mengumpulkan sebanyak 2000 prajurit muslim.Sesuai saran Salman Al-Farisi, kaum muslimin menggali parit untuk lubang perlindungan, sekalipun jumlah tentara musuh lima kali lipat lebih besar, namun berkat pertolongan Alloh kaum muslimin dapat memenangkan peperangan.Dalam perang ini, 700 orang lelaki Bani Kuraizah dihukum bunuh oleh tentara muslim karena dosa mereka yang besar sekali, maka berakhirlah riwayat bangsa Yahudi di Madinah. Mereka banyak yang pindah ke Syiria dan Khaibar.
5. PERANG KHAIBAR
Terjadi pada tahun ketujuh Hijrah. Meletus di kota Khaibar, pasukan muslimin sejumlah 1600 prajurit yang dipimpin langsung oleh nabi berhasil mengepung orang-orang Yahudi selama 6 hari, dan pada hari ketujuh, mereka dapat ditaklukkan.
6. PERANG MU'TAH
Terjadi pada tahun ke delapan Hijrah, ketika pasukan kaum muslimin yang berjumlah 3000 orang, memasuki kota Mu'tah, dihadang oleh 200.000 prajurit Romawi, pertempuran dahsyat pun tak terelakkan. Panglima kaum muslimin, Zaid Bin Haritsah, gugur. Lalu digantikan oleh Ja'far bin Abi Thalib, dia pun gugur.Kemudian digantikan oleh Abdullah bin Rawahah sampai ia terbunuh.Terakhir tampuk pimpinan dipegang oleh Khalid bin Walid dan perang dapat dimenangkan.
7. PERANG HUNAIN
Terjadi pada tahun ke delapan Hijrah, peperangan ini meletus di pegunungan Hunain.Rasulullah Saw, dapat menghimpun tentara sebanyak 12.000 orang, sedemikian banyaknya jumlah tentara muslimin sehingga sebagian kecil menyombongkan diri bahwa kemenangan pasti akan mereka dapatkan. Karena, kesombongan inilah mereka lengah, ketika baru menyeberangi Wadi Hunain, pasukan musuh menyerang kaum muslimin secepat kilat.Berguguranlah barisan-barisan orang-orang yang menyombongkan diri.Rasulullah segera memperingatkan mereka agar bertobat dan meminta ampun, juga menyerukan agar mengubah tujuan perang mereka yang semula ingin mendapatkan harta rampasan agar mengubah dengan berniat menegakkan agama Alloh.Pada perang ini, suku Tsaqif dan Hawazin yang menyerang kaum muslimin memang membawa serta anak, istri serta harta kekayaan mereka.
Berkat pertolongan Alloh Swt, keadaan menjadi berbalik pasukan muslimin dapat dengan leluasa menguasai medan. Musuh pun akhirnya lari tunggang langgang, dan kemenangan dapat diperoleh dengan gampang, pada perang inilah kaum muslimin mendapatkan banyak harta rampasan yang ke semuanya itu dimanfaatkan oleh Rasulullah untuk syiarnya Islam.
Terjadi pada 17 Ramadhan tahun kedua Hijrah. Meletus di Badar, terletak antara kota Mekkah dan Madinah. Tentara Islam yang hanya berjumlah 313 orang berhadapan dengan kaum kafir Quraisy yang berjumlah 1000 orang. Melihat jumlah tentara lawan tiga kali lipat lebih besar, Rasulullah berdo'a:
"Ya Alloh, menangkanlah pasukan hambamu.Bila umat yang kecil binasa, maka akan berjayalah agama berhala di muka bumi tidak akan ada orang yang menyembah-Mu"
Ketika itulah turun wahyu yang memerintahkan agar nabi mengerahkan orang-ornag mukmin untuk bertempur.Alloh memberi jaminan bahwa 20 orang mukmin yang sabar akan dapat membinasakan 200 orang musuh, dan 100 orang mukmiin akan dapat mengalahkan 1000 orang kafir, sebab orang kafir tidak memiliki pegangan yang teguh.
Nabi segera mengambil segenggam pasir dan melemparkannya ke arah musuh sebagai isyarat perintah menyerang. Sesaat kemudian orang-orang mukmiin melakukan penyerangan dengan meneriakkan kata "Ahad..ahad...ahad... "
angin berhembus kencang dengan menerbangkan debu-debu ke arah musuh. Keadaan ini sangat membantu kaum muslimin dan kemenangan yang dijanjikan Alloh pun menjadi kenyataan.
Dalam perang ini tentara Islam hanya 14 orang yang syahid. Sedang pihak kafir 70 orang tewas termasuk tokoh-tokoh seperti Abu Jahal bin Hisyam ( panglima ), Utbah bin Rabian, Syaibah bin Rabi'ah, dan Umaiyah bin Shilt.
2. PERANG UHUD
Perang ini merupakan dendam dari kaum Quraisy atas kekalahan mereka dalam perang Badar. Mereka mengerahkan 3000 tentara.Sedang kaum muslimin hanya 1000 prajurit itupun kemudian berkurang, karena orang-orang munafik yang sebanyak 300 orang akhirnya mengundurkan diri atas pengaruh orang-orang Yahudi.
Rasulullah saw menempatkan pasukan muslimin di bukit Uhud, sedang sebelah kiri, pasukan muslim dilindungi oleh bukit Ainan. Kemudian 50 orang di bawah pimpinan Ibnu Jubair diperintahkan menjaga celah bukit dari belakang dan dilarang meninggalkan tempat itu, apa pun yang akan terjadi.
Melihat posisi kaum muslimin tersebut, pasukan kafir Qurasiy mengadakan serangan dengan formasi berbentuk bulan sabit. Namun serangan mereka dapat dipatahkan. Belasan pasukan mereka berguguran, sedang yang lainnya lari meninggalkan medan.Keadaan ini membuat pasukan pimpinan Ibnu Jubair terpancing untuk turut mengadakan pengejaran dengan harapan dapat memperoleh harta yang ditinggalkan musuh.
Sebagian kaum kafir yang mengetahui tempat Ibnu Jubair dan pasukannya telah kosong, segera memanfaatkannya untuk melakukan serangan balik.Akibatnya dalam pertempuran ini umat Islam menderita kerugian tewas 70 orang, sedang di pihak musuh hanya 25 orang. Kekalahan ini menginsafkan mereka bahwa melanggar dan mengabaikan perintah nabi akan mendatangkan kerugian.
3. PERANG GHATAFA
Terjadi pada tahun ketiga Hijrah.Dalam perang ini terjadi peristiwa besar, yaitu sewaktu Nabi beristirahat muncullah Du'tsur secara diam-diam seraya menghunuskan pedangnya kepada beliau.
"Siapakah yang melindungimu, hai Muhammad?"
dengan tenang, nabi menjawab : "Alloh Ta'ala."
seketika Du'tsur gemetar, pedangnya yang sudah terhunus di leher nabi terjatuh, nabi mengambilnya lantas balik menghunuskannya kepada Du'tsur sambil bertanya : "Siapakah yang dapat melindungimu dariku?"
"Tidak ada."
Nabi memaafkannya, akhirnya Du'tsur masuk Islam dan mengajak kaumnya masuk Islam.
4. PERANG KHANDAQ/AHZAB
Terjadi pada tahun kelima Hijrah. Perang ini berawal dari kaum Yahudi yang melanggar perjanjian perdamaian dengan umat Islam, mereka bergabung dengan kaum kafir Quraisy, jumlah pasukan musuh seluruhnya mencapai 10.000 orang,sedangkan nabi hanya dapat mengumpulkan sebanyak 2000 prajurit muslim.Sesuai saran Salman Al-Farisi, kaum muslimin menggali parit untuk lubang perlindungan, sekalipun jumlah tentara musuh lima kali lipat lebih besar, namun berkat pertolongan Alloh kaum muslimin dapat memenangkan peperangan.Dalam perang ini, 700 orang lelaki Bani Kuraizah dihukum bunuh oleh tentara muslim karena dosa mereka yang besar sekali, maka berakhirlah riwayat bangsa Yahudi di Madinah. Mereka banyak yang pindah ke Syiria dan Khaibar.
5. PERANG KHAIBAR
Terjadi pada tahun ketujuh Hijrah. Meletus di kota Khaibar, pasukan muslimin sejumlah 1600 prajurit yang dipimpin langsung oleh nabi berhasil mengepung orang-orang Yahudi selama 6 hari, dan pada hari ketujuh, mereka dapat ditaklukkan.
6. PERANG MU'TAH
Terjadi pada tahun ke delapan Hijrah, ketika pasukan kaum muslimin yang berjumlah 3000 orang, memasuki kota Mu'tah, dihadang oleh 200.000 prajurit Romawi, pertempuran dahsyat pun tak terelakkan. Panglima kaum muslimin, Zaid Bin Haritsah, gugur. Lalu digantikan oleh Ja'far bin Abi Thalib, dia pun gugur.Kemudian digantikan oleh Abdullah bin Rawahah sampai ia terbunuh.Terakhir tampuk pimpinan dipegang oleh Khalid bin Walid dan perang dapat dimenangkan.
7. PERANG HUNAIN
Terjadi pada tahun ke delapan Hijrah, peperangan ini meletus di pegunungan Hunain.Rasulullah Saw, dapat menghimpun tentara sebanyak 12.000 orang, sedemikian banyaknya jumlah tentara muslimin sehingga sebagian kecil menyombongkan diri bahwa kemenangan pasti akan mereka dapatkan. Karena, kesombongan inilah mereka lengah, ketika baru menyeberangi Wadi Hunain, pasukan musuh menyerang kaum muslimin secepat kilat.Berguguranlah barisan-barisan orang-orang yang menyombongkan diri.Rasulullah segera memperingatkan mereka agar bertobat dan meminta ampun, juga menyerukan agar mengubah tujuan perang mereka yang semula ingin mendapatkan harta rampasan agar mengubah dengan berniat menegakkan agama Alloh.Pada perang ini, suku Tsaqif dan Hawazin yang menyerang kaum muslimin memang membawa serta anak, istri serta harta kekayaan mereka.
Berkat pertolongan Alloh Swt, keadaan menjadi berbalik pasukan muslimin dapat dengan leluasa menguasai medan. Musuh pun akhirnya lari tunggang langgang, dan kemenangan dapat diperoleh dengan gampang, pada perang inilah kaum muslimin mendapatkan banyak harta rampasan yang ke semuanya itu dimanfaatkan oleh Rasulullah untuk syiarnya Islam.
Diposkan
9th March 2012 oleh Nadya Alawiyah
0
Tambahkan komentar
Di antara
sahabat Nabi saw yang terkenal paling pemberani adalah paman beliau sendiri,
Hamzah bin Abdul Muthalib. Beliau seorang lelaki Arab yang paling berani,
pejuang yang pantang mundur, dan komandan perang Islam yang cerdas dalam
beberapa peperangan yang sangat menentukan masa depan Islam, seperti perang
Badar dan Uhud. Dengan keahlian perangnya yang mumpuni, dia menjadi salah
seorang penentu kemenangan perang Badar dengan beberapa sahabat Nabi lainnya
yang gagah berani, meskipun saat itu jumlah pasukan kaum Muslimin sedikit.
Hamzah senantiasa berada di sisi kemenakannya sendiri,
Nabi Muhammad saw dan di saat tersulit pun ia selalu setia membela risalah yang
dibawa oleh Rasulullah saw. Pemimpin dan pembesar Quraisy takut dan khawatir
akan keberanian beliau. Dan ketakutan itu membuat mereka tidak punya nyali
untuk mencegah laju dakwah Rasulullah saw. Sehingga bisa dikatakan, Hamzah
memainkan peran penting dalam mempertahankan dan menjaga Islam serta membela
Nabi demi keberlangsungan dan keabadian ajaran suci Islam.
Selama di Mekkah, Hamzah membantu Rasulullah saw di
saat-saat genting dengan sepenuh jiwa. Beliau rela berkorban dan tak
segan-segan menjadikan dirinya sebagai tumbal saat berhadapan langsung dengan
kaum musyrikin.
Beliau adalah putra Abdul Muthalib dan paman Rasulullah
saw. Beliau lahir pada tahun keempat sebelum peristiwa pasukan gajah (Tahun
Gajah) di kota Mekkah. Di tengah masa Jahilah dan tersebarnya akidah syirik
pada penduduk Hijaz, beliau tetap berpegang pada ajaran lurus Nabi Ibrahim dan
dikenal sebagai pemuda yang senantiasa memberikan perlindungan kepada
orang-orang lemah.
Ayahnya adalah Abdul Muthalib dan ibunya anak perempuan
dari Amru bin Zaid bin Lubaid yang bernama Salmi.
Saudara Sepersusuan Rasulullah saw
Hamzah sangat dekat dengan Nabi saw. Kedekatan ini tidak
hanya dari sisi spiritual namun juga dari sisi material. Tsubah, budak Abu
Lahab pernah menyusui Hamzah dan sewaktu menyusui anaknya yang bernama Masruh,
ia juga menyusui Nabi saw selama beberapa hari. (1) Sehingga dengan demikian,
bisa dikatakan bahwa Hamzah dan Nabi adalah saudara sepersusuan.
Sewaktu Nabi saw memulai menyebarkan ajaran sucinya dan
masyarakat secara bertahap menerima ajaran tauhid dan pesan-pesan Al-Qur’an,
Hamzah pun sebenarnya telah mengetahui dan tertarik dengan kebenaran ajaran
Ilahi dan dakwah kemenakannya, Muhammad saw. Namun demi kemaslahatan saat itu
ia belum menampakkan keimanan dan keyakinannya. Ia seolah menunggu moment yang
tepat untuk menunjukkan ketertarikan dan kecintaannya terhadap Islam dan Nabi
Muhammad saw serta mendukung risalah Ilahi secara terang-terangan.
Karena Hamzah hidup bersama kaum musyrikin maka ia
mengetahui pelbagai konspirasi mereka terhadap Nabi saw. Hal itulah yang
membuatnya semakin tergugah dan tegar untuk membela Rasul saw. Setiap dakwah
Islam semakin bertumbuh dan jumlah kaum Muslimin semakin bertambah maka
perlawanan kaum musyrikin pun semakin hebat. Keteguhan dan ketegaran Nabi saw
di jalan kebenaran dan syariat Ilahi begitu menggugah perasaan Hamzah. Beberapa
tahun setelah masa pengangkatan Nabi berlalu, terbuka kesempatan bagi Hamzah
untuk menunjukkan keimanan dan akidahnya. Sebagian mengatakan bahwa Hamzah
masuk Islam pada tahun kedua pasca bi’tsah (masa pengangkatan Nabi),
sebagiannya lagi menyakini pada tahun keenam pasca bi’tsah. Kisah
mengenai masuk Islamnya beliau sangat menarik:
Setelah pengangkatan Muhammad saw menjadi Nabi, Hamzah
juga mengucapkan syahadat dengan menyakini keesaan Allah Swt dan kebenaran
agama yang dibawah oleh putra saudaranya. Setelah Hamzah masuk Islam, kaum
Quraisy mengajukan beberapa permintaan/usulan kepada Rasulullah saw. Sebab
mereka sadar bahwa laki-laki yang paling berani kini telah menyatakan
keimanannya di hadapan Nabi saw, sehingga karena itu mereka tak lagi dapat
mengharapkan dukungannya. Namun Nabi saw tak memenuhi satupun dari permintaan
mereka.
Usai Abu Jahal menyampaikan pidatonya di tengah-tengah
Kabilah Quraisy, mereka memutuskan untuk membunuh Nabi Muhammad.
Suatu hari Abu Jahal melihat Nabi di bukit Safa, lalu ia
memaki Rasul. Nabi tetap saja berjalan menuju ke rumah beliau tanpa
memperdulikan makian Abu Jahal. Budak Abdullah bin Jad’an yang menjadi saksi
mata atas peristiwa tersebut melaporkannya kepada Hamzah. Tanpa berpikir
panjang dan memikirkan akibatnya, Hamzah memutuskan untuk membalas perlakukan
buruk yang didapat oleh kemenakannya. Di tengah perjalanan ia menemui Abu Jahal
yang berada di tengah kerumunan orang-orang Quraisy. Tanpa memberikan
kesempatan kepada yang lain untuk berbicara, ia mendekati Abu Jahal dan
langsung menghantam kepalanya dengan cambuk, sehingga kepala Abu Jahal
bersimbah darah. Hamzah pun berkata, “Berani kau menghina Rasulullah? Saya
beriman dengan apa yang dikatakannya dan akan mengikuti jalan kemanapun dia
pergi. Jika kau berani, silakan berhadapan denganku!” Dengan menghadap kepada
orang-orang Quraisy, Abu Jahal berkata, “Saya telah berbuat buruk pada
Muhammad, dan wajar Hamzah marah.” (2)
Ketika penyiksaan kaum Musyrikin kepada pengikut Nabi
Muhammad saw semakin menjadi-jadi, beberapa sahabat beliau berhijrah ke
Habasyah. Tidak berapa lama kemudian Nabi saw pun akhirnya memutuskan untuk
berhijrah ke Madinah. Beberapa kelompok kaum Muslimin Yatsrib bertemu dengan
Nabi saw di Mina saat mereka melaksanakan ibadah haji. Mereka berjanji bahwa
jika sekiranya Rasulullah saw dan kaum Muslimin lainnya berhijrah ke Madinah
maka mereka akan memberikan perlindungan terhadap umat Islam yang teraniaya
tersebut.
Demi kelancaran pertemuan dan keberlangsungan perjanjian
tersebut, Hamzah melindungi dan menyembunyikan pertemuan tersebut dari kaum
Musyrikin. Akhirnya, setelah satu dua tahun kemudian kaum Muslimin mendapat
kesempatan dan peluang untuk berhijrah. Sebelum Rasulullah saw berhijrah,
beberapa kelompok terlebih dahulu berhijrah ke Yatsrib dan Hamzah ikut di
antara mereka. Setibanya di Madinah, mereka menunggu detik-detik kedatangan
Nabi saw.
Akhirnya Nabi saw hijrah ke Madinah. Hijrah Nabi saw ini
membuat kekuatan umat Islam semakin bertambah, sekaligus membuat permusuhan
kaum Musyrikin melemah. Sampai akhirnya umat Islam dan kaum musyrikin saling
berhadap-hadapan pada perang Badar. Pada perang yang pertama kali ini Sayyidina
Hamzah mendapat gelar asadullah wa asadurrasul (singa Allah dan
Rasul-Nya). Saat itu beliau diserahi amanah oleh Rasulullah untuk menjadi
komandan perang dimana bendera perang ada di tangannya. Hamzah memimpin pasukan
Islam yang hanya berjumlah 30 orang untuk berhadapan dengan 300 orang dari
laskar Quraisy. Peristiwa ini terjadi pada bulan Ramadhan, tahun pertama
hijriyah. Meskipun tidak terjadi kontak fisik antara kedua kubu namun Hamzah
merasa terhormat dan bangga ketika ditunjuk oleh Nabi sebagai pimpinan pasukan.
Epik kepahlawanan dalam Peperangan
Perkembangan dakwah Islam yang pesat membuat kaum Quraisy
semakin murka dan semakin meningkatkan penyiksaan dan permusuhan mereka terhadap
umat Islam. Bahkan Abu Lahab, paman Nabi saw dan istrinya berkali-kali bersikap
buruk terhadap Rasulullah saw, utamanya ketika mereka bertetangga dengan
beliau. Nabi saw tidak mampu berbuat apa-apa ketika kepala dan wajah beliau
dilempari berbagai kotoran dan sampah serta kotoran kambing. Hamzah pun
membalas tindakan setimpal yang dilakukan oleh Abu Lahab.
Sariyah (perang yang tidak diikuti Nabi saw) pertama:
Rasulullah saw berhijrah dari Mekah ke Madinah pada hari Senin 12 Rabiul Awal
dan bendera pertama Rasulullah saw yang berwarna putih, pada bulan Ramadhan,
awal bulan ketujuh tahun pertama Hijriyah, diserahkannya kepada Hamzah,
pamannya. Abu Marshad Kannas bin Hushain Ganawi, termasuk orang pertama yang
masuk Islam dan sekaligus teman sebaya Hamzah, mengikatkan bendera itu di
pundaknya. Rasulullah saw mengutus Hamzah dengan 30 sahabat Muhajirin menuju ke
medan perang untuk menghadapi 300 orang pasukan Quraisy. Pasukan Quraisy ini
dipimpin oleh Abu Jahal. Saat itu pasukan musuh telah melakukan perjalanan dari
Syam dan ingin kembali ke Mekah. Di salah satu desa di tepi laut merah dua
pasukan ini bertemu. Mujaddi bin Amru Jahni yang memiliki hubungan baik dengan
kedua belah pihak menjadi mediator dan berusaha keras agar kedua kelompok
berunding dan mencegah terjadinya peperangan.
Pada bulan Safar tahun awal Hijriyah, Rasulullah saw ikut
serta dalam Ghazwah Abwa (perang yang diikuti Nabi saw) Abwa untuk
pertama kalinya. Abwa adalah tempat yang berjarak 37 km di antara Mekah dan
Madinah (3). Saat itu beliau memberikan bendera putih kepada Hamzah. Dalam Ghazwah
ini, Rasulullah saw bertekad untuk menghadapi kafilah Quraisy, namun beliau
tidak bertemu langsung dengan pasukan musuh.
Pada bulan Jumadil Akhir tahun kedua Hijriyah, Rasulullah
saw berangkat menuju Gazhwa Dzul’asyirah dan lagi-lagi beliau memberikan
bendera putih kepada Hamzah. Beliau bergerak bersama 150 pasukan sukarelawan
Muhajirin. Kelompok pasukan ini memiliki 30 ekor unta dan mereka saling
bergantian mengendarainya. Ketika Rasulullah saw dan sahabat-sahabatnya tiba di
Dzul’asyirah, pasukan kaum kafir Quraisy telah melewatinya sejak beberapa hari
sebelumnya. Ketika kembali pun, pasukan musuh melewati tepian pantai sehingga
tidak bertemu dengan Rasulullah saw dan para sahabatnya. (4)
Pada 17 Ramadhan tahun kedua Hijriyah terjadi perang
antara kaum Muslimin dengan kaum kuffar Quraisy yang dikenal dengan nama perang
Badar. Sewaktu Rasulullah saw merapikan barisan kaum Muslimin, tiba-tiba angin
berhembus dengan sangat kencang yang belum pernah terjadi sebelumnya. Dan angin
kencang ini bertiup berulang sampai beberapa kali. Angin kencang ini sebagai
pertanda kedatangan para malaikat. Yang pertama, Malaikat Jibril dengan seribu
malaikat lainnya datang menghadap Rasulullah saw, yang kedua Malaikat Mikail
dengan seribu malaikat di sebelah kanan Rasulullah saw dan yang ketiga Malaikat
Israfil dengan seribu malaikat disisi kiri Rasulullah saw. Kesemua malaikat ini
mengenakan sorban (ikat kepala) yang terbuat dari cahaya yang berwarna hijau,
kuning dan merah yang menggelantung sampai di pundak mereka, dan mereka
menggantungkan bulu dan rambut di dahi unta-unta mereka. Rasulullah saw
bersabda kepada sahabat-sahabatnya, bahwa mereka adalah malaikat-malaikat yang
akan memberikan bantuan dan dukungan kepada kaum Muslimin. Para malaikat telah
menandai diri mereka, maka kalian pun hendaklah melakukan hal yang sama. Lalu
para sahabat mendandai topi besi yang dikenakan di kepala mereka dengan bulu
onta(5)
Orang yang pertama kali tiba di medan pertempuran dari
kaum Muslimin adalah Muhajja` (budak yang dimerdekakan oleh Umar bin Khattab).
Kaum musyrikin berteriak dengan keras, “Hai Muhammad, siapa saja yang punya
hubungan dengan kami, kirimlah dia untuk berperang dengan kami.” Nabi Muhammad
saw berkata kepada Bani Hasyim, “Bangkitlah! Berperanglah demi kebenaran yang
dengannya Nabi kalian diutus dan mereka datang untuk memadamkan cahaya
kebenaran itu.!!!”
Hamzah bin Abdul Muthalib, Ali bin Abi Thalib dn Ubaidah
bin Harits bin Muthalib keluar dari barisan dan menuju mereka. Karena ketiga
orang tersebut mengenakan penutup kepala sehingga sulit untuk dikenali. Utbah
berkata, “Berbicaralah sehingga kami dapat mengenali suara kalian!” Hamzah
berkata, “Sayalah Hamzah, putra Abdul Muthalib, singa Allah dan singa
Rasul-Nya.” Utbah berkata, “Ya, kamu adalah pembesar, lantas siapa dua orang
bersamamu ini?” Hamzah menjawab, “Ali bin Abi Thalib dan Ubaidah bin Harits”.
Utbah berkata, “Dua orang bersamamu juga adalah juga orang-orang besar”.
Waktu itu Ali bin Abi Thalib berhadapan dengan Walid bin
Utbah dan berhasil membunuhnya. Sementara Hamzah berduel dengan Utbah dan juga
berhasil membunuhnya dengan hanya dua pukulan. Dan Ubaidah bin Harits sahabat
Nabi yang paling muda saat itu berdiri menghadapi Syaibah. Syaibah memukulkan
pedangnya pada kaki Ubaidah dan membuat pergelangan kaki Ubaidah terpotong.
Melihat itu Hamzah, singa Allah dan Rasul-Nya bersama Ali segera menyerang
Syaibah dan mereka berhasil membunuhnya.(6)
Dalam perang ini, Abdurrahman bin Auf dan Bilal Habasyi
berhasil menawan Umayyah bin Khalf dan anaknya. Bilal berkata, ”Waktu itu saya
berada diantara Umayyah dan anaknya, kemudian saya menangkap mereka. Umayyah
bertanya kepada saya, “Siapa diantara kalian yang menandai dadanya dengan bulu
onta?”. Saya menjawab, “Hamzah bin Abdul Muthalib.” Ia berkata, “Hamzah membawa
malapetaka atas diri kami.”
Pertengahan Syawal tahun kedua Hijriyah. Kabilah Bani
Qainuqa’, kelompok yang paling berani diantara kelompok kaum Yahudi yang
berprofesi sebagai pandai besi memiliki ikatan perjanjian dengan Abdullah bin
Ubay dan juga Rasulullah saw. Ketika terjadi perang Badar, kebencian dan rasa
dengki membuat mereka memutuskan untuk membatalkan perjanjian. Allah Swt
menurunkan surah Al-Anfal ayat 58 kepada Rasulullah saw, “Dan jika engkau
(Muhammad) khawatir akan (terjadinya) pengkhianatan dari suatu golongan, maka
kembalikanlah perjanjian itu kepada mereka dengan cara yang jujur. Sungguh,
Allah tidak menyukai orang yang berkhianat.” (7)
Dengan turunnnya ayat ini, Rasulullah menjadi waspada terhadap
Bani Qainuqa’. Beliau menyerahkan bendera ke tangan Hamzah dan memerintahkannya
dengan beberapa pasukan untuk menghadapi mereka. Bani Qainuqa’ adalah kelompok
Yahudi yang pertama kali melakukan pengkhianatan kepada Islam. Ketika
Rasulullah saw baru melakukan pengepungan, kontan saja mereka merasa ketakutan,
sehingga mereka pun menyerah kepada kaum Muslimin dan menyerahkan harta-harta
mereka. Rasulullah saw bersabda, “Bebaskan mereka, Allah Swt telah melaknat
mereka dan Abdullah bin Ubay”.(8)
Perang Uhud: Akhir Syawal tahun kedua Hijriyah menjelang
terjadinya perang Uhud. Hamzah, sebagai panglima perang—sebelum memulai perang—
berkata, “Demi Allah Swt yang telah menurunkan Al-Qur’an, hari ini saya tidak
akan menyentuh sedikit pun makanan sampai saya menghadapi lawan dalam
peperangan.”(9)
Hamzah bersama Kaum Muslimin
Di malam hari perang Uhud, Rasulullah saw tahu bahwa
tidak lama lagi pamannya akan gugur sebagai syahid. Beliau pun berbincang
dengan Hamzah dan menanyakan kembali keyakinannya mengenai ketauhidan dan
kenabian serta risalah yang dibawanya. Hamzah kemudian menjawab dengan tegas
dan kembali mengucapkan syahadat dengan lidahnya. Akhirnya Rasulullah saw
bersabda kepadanya, “Hamzah adalah pemimpin para syuhada, singa Allah dan singa
Rasul-Nya dan paman Nabi.” Sabda Nabi ini menebar aroma kesyahidan dan membuat
dada Hamzah bergemuruh. Hamzah pun meneteskan air mata kebahagiaan. Rasulullah
saw berdoa agar pamannya tetap tegar berdiri di jalan tauhid dan segala
keraguan di dalam hatinya segera sirna.
Menjelang Perang Uhud, Hamzah berkata kepada Nabi saw,
“Saya bersumpah atas nama Allah, tidak akan sedikitpun menyentuh makanan
sebelum mengeluarkan semua musuh dari kota Madinah.”
Perang Uhud terjadi pada bulan Ramadhan, kaum Muslimin
berbaris dengan rapi di kaki gunung Uhud di bagian utara Madinah. Setelah
perang satu lawan satu, maka dimulailah perang secara terbuka. Hamzah bertempur
dengan gagah berani dan penuh dengan keimanan yang meluap-luap. Dengan dua
pedang di tangannya, ia menyerang dengan penuh keberanian sambil berteriak,
“Saya adalah singanya Allah.”
Thalhah bin Abi Thalhah pembawa bendera kaum Musyrikin
berteriak sambil menantang, “Siapakah yang berani berhadapan denganku?” Ali bin
Abi Thalib bergegas mendekatinya dan menebaskan pedang ke arah kepalanya.
Tebasan itu membuatnya keningnya terbelah dan mengucurkan darah sehingga
akhirnya ia pun terjatuh dan terkulai ke tanah. Melihat itu, Rasulullah saw
tersenyum seraya mengumandangkan takbir. Kaum Muslimin pun serentak
mengumandangkan takbir yang sama. Bendera kaum musyrikin tersebut kemudian
beralih ke tangan Utsman bin Abi Thalhah. Hamzah segera berlari ke arahnya, dan
mengayungkan pedang ke bahunya. Tebasan pedang Hamzah mematahkan tangan dan
bahunya, pedangnya terlepas dan paru-parunya terburai keluar. Hamzah kemudian
kembali sembari mengumandangkan syair, “Saya putra pemberi minum jamaah haji.”
(10)
Banyak kaum musyrikin yang terbunuh di perang tersebut di
tangan Hamzah. Diantaranya adalah pemegang bendera laskar Bani Abduddar, Atha’
bin Abdu dan Utsman bin Abi Thalhah dan juga Saba’ bin Abdul `Uzzah dan Amru
bin Fadlah.
Wahsyi Habasyi
Jabir bin Mut’im mempunyai budak yang bernama Wahsyi yang
sebagaimana orang-orang Habasyah lainnya terkenal pandai menombak dan jarang
gagal mengenai sasaran ketika melemparkan tombaknya. Pada perang Uhud Jabir
berkata kepada budaknya, “Pergilah bersama pasukan ini, dan jika kamu melihat
pamannya Muhammad maka bunuhlah dia. Aku ingin membalas dendamku atas kematian
pamanku Ta’imah bin Addi di perang Badar. Jika kamu berhasil membunuhnya maka
kamu kubebaskan.” Hindun, anak Utbah juga meminta Wahsyi untuk membunuh salah
satu dari Muhammad, Ali atau Hamzah untuk membayar kematian bapaknya. Wahsyi
pun menjawab, “Saya sama sekali tidak bisa menemukan cara untuk membunuh
Muhammad ataupun Ali pun. Mereka begitu lincah dan tangkas di medan perang.
Namun Hamzah mudah terjebak dalam kemarahan dan emosional saat terjadi
peperangan sehingga ia tidak memperhatikan lagi kondisi sekitarnya. Mungkin aku
bisa membunuhnya dengan cara licik.”
Wahsyi bercerita, “Saya pada perang Uhud selalu mengikuti
Hamzah dari belakang. Dia berperang bagaikan singa liar yang menerkam jantung
musuh-musuhnya. Saya bersembunyi di balik bebatuan dan pepohonan sehingga dia
tidak bisa melihatku. Ketika dalam keadaan sibuk menghadapi musuh-musuhnya,
saya pun semakin mendekat ke arah Hamzah. Dengan jarak yang menyakinkan sayapun
melemparkan tombakku ke arahnya. Tombak itupun tertancap di tubuhnya. Ia hendak
menyerang ke arahku, namun karena rasa sakit yang sangat ia pun berteriak tak
berdaya hingga ruhnya terpisah dari badannya. Dengan penuh kehati-hatian saya
pun mendekat ke arahnya. Setelah mengambil senjatanya, sayapun bergegas kembali
ke pusat pasukan kaum Quraisy sembari menunggu saya dibebaskan.” (11)
Setibanya kembali di Mekkah, Wahsyi pun mendapat imbalan
kebebasan setelah ia menjalankan tugasnya dengan baik. Pada hari Fathul Mekkah
(penaklukan kota Mekkah) dia melarikan diri ke Thaif. Pada tahun ke Sembilan
Hijriyah penduduk Thaif datang berbondong-bondong ke Madinah untuk menyatakan
keislamannya. Wahsyi pun berencana kembali melarikan diri ke Syam atau Yaman.
Namun ia mendapat kabar, siapapun yang bersyahadat benar dengan lidahnya dan
menyatakan keislaman maka Nabi Muhammad saw tidak akan membunuhnya. Ia pun
bergegas menghadap kepada Nabi Muhammad saw dan kemudian mengucapkan syahadat
sebagai pernyataan keislamannya. Rasulullah saw memintanya untuk menceritakan
bagaimana ia bisa membunuh Hamzah. Setelah diceritakan Rasulullah saw pun
bersedih dan berkata kepada Wahsyi, “Mulai sekarang jangan perlihatkan lagi
wajahmu di hadapanku.” Atas permintaan Rasulullah saw, Wahsyi pun menjauh dan
tidak menampakkan diri di hadapan Rasulullah saw sampai kemudian beliau saw
wafat. Sepeninggal Rasulullah saw, Wahsyi pun berkesempatan mengikuti perang
melawan Musailamah. Dengan dibantu seorang sahabat dari kaum Anshar, Wahsyi
berhasil membunuh Musailamah. Dengan penuh haru ia berkata, ”Saya telah
membunuh manusia terbaik setelah Rasulullah saw, dan juga telah membunuh manusia
paling buruk di dunia.”(12)
Akibat dari masa lalu yang gelap, Wahsyi sampai akhir
hayatnya enggan untuk berhubungan dengan kaum Muslimin. Namanya dihapus dari
deretan laskar kaum Muslimin karena sikapnya yang tidak baik dan karena banyak
meminum minuman keras ia pun sering dijatuhi hukuman cambukan. Umar bin Khattab
berkata, “Pembunuh Hamzah tidak akan lagi mendapat pembebasan dan tidak layak
masuk dalam daftar orang-orang baik.” (13)
Istri Abu Sufyan dan Kebenciannya terhadap Hamzah
Hindun, anak perempuan Utbah memerintahkan kepada Wahsyi
untuk membunuh Hamzah sebagai penebus darah ayahnya. Dan Wahsyi pun
menyanggupinya. Hindun banyak membuat gelang kaki dan kalung leher dari telinga
dan hidung para syuhada Islam yang gugur pada perang sebelum perang Uhud. Ia
memberikan dan mengenakan semuanya itu pada Wahsyi dan meminta agar hati Hamzah
diserahkan kepadanya. Mengenai perbuatan yang sangat tidak pantas dan
menjijikkan ini, Abu Sufyan berkata, “Saya tidak pernah menyetujui perbuatan
ini dan juga tidak pernah memerintahkannya.” Karena perbuatan buruk Hindun ini,
ia mendapat julukan “pemakan hati”. Anak-anaknya pun dikenal dengan julukan
anak dari si pemakan hati.
Nama Hindun semakin menjijikkan ketika ia yang notebene
masih saudara sepupu Hamzah dan putri dari Utbah bin Abdul Muthalib berdiri di
atas batu dan dengan penuh rasa dendam ia menguyah-nguyah hati Hamzah dan
menelannya. Abu Sufyan pun ikut mendekati jasad Hamzah dan bertindak tidak
senonoh tehadap mulut Hamzah. Pada saat itu Hulais bin Zabban yang kebetulan
lewat di tempat itu melihat perbuatan yang tidak senonoh Abu Sufyan lalu ia
berteriak, “Wahai orang-orang, lihatlah tokoh besar kabilah Quraisy ini dengan
tanpa hati ia memperlakukan tidak senonoh kepada anak pamannya sendiri.” Abu
Sufyan merasa malu dengan perbuatannya sendiri dan berkata, “Apa yang saya
lakukan ini tidak pantas kau lihat, dan ini juga bukan sebuah kesalahan besar.”
Kesedihan Rasulullah atas Syahidnya Hamzah
Rasulullah saw pada perang Uhud berkali-kali menanyakan
tentang keadaan pamannya. Salah seorang sahabat Rasulullah bernama Harits bin
Shamah bermaksud untuk memberikan kabar kepada Rasulullah saw. Namun mengingat
kondisi jenazah Hamzah yang begitu memprihatinkan, ia tidak sampai hati
menyampaikannya kepada Rasulullah saw. Karena belum juga ada kabar, Rasulullah
saw memerintahkan Sayidina Ali untuk mencarinya. Namun sewaktu Ali juga melihat
jenazah Hamzah dalam kondisi tidak utuh lagi, ia pun terduduk disamping jenazah
tersebut dengan penuh kesedihan. Beliau pun berat menyampaikan berita duka
tersebut kepada Rasulullah saw.
Rasulullah akhirnya mencari sendiri jasad Hamzah.
Beliaupun menemukan jasad Hamzah penghulu para syuhada yang begitu mengenaskan.
Beliau saw bersabda, “Tidak ada musibah yang lebih besar dari kematianmu dan
tidak ada kesedihanku yang lebih sulit dari ini.” (14) Setelah itu, beliau
berkata, “Jika sekiranya Allah memberiku kekuatan, aku akan membalas kematian
Hamzah dan akan kubunuh 70 orang Quraisy dan akan kupong tubuh mereka.” Pada
saat itu malaikat Jibril datang dan membacakan sebuah surah yang berbunyi, “Dan
jika kamu membalas, maka balaslah dengan (balasan) yang sama dengan siksaan
yang ditimpakan kepadamu. Tetapi jika kamu bersabar, sesungguhnya itulah yang
lebih baik bagi orang yang sabar.” (15)
Rasulullah saw setelah mendengar ayat tersebut bersabda,
“Saya akan bersabar dan tidak akan membalas dendam.” Rasulullah saw pun
mengambil jubahnya dan menutupi wajah Hamzah. Namun jubah itu terlalu pendek
bagi Hamzah. Jika jubah itu menutupi kepala maka kaki Hamzah terlihat jelas,
namun jika ditarik untuk menutupi kakinya, kepalanya akan terlihat. Karenanya
Rasulullah menarik jubah tersebut menutupi kepala Hamzah dan menutupi kaki
Hamzah dengan rerumputan dan ilalang. Rasulullah saw bersabda, “Sekiranya
perempuan-perempuan Abdul Muthalib tidak bersedih, saya akan meninggalkan dia
dalam keadaan seperti ini dan membiarkan binatang-binatang padang pasir
memangsa dagingnya hingga sampai hari kiamat ia akan tetap berada dalam perut
mereka. Semakin besar musibah yang dihadapinya, maka akan semakin besar pula
pahala yang akan didapatnya.”(16)
Rasulullah saw berdiri beberapa saat di sisi jenazah
Hamzah dan berkata, “Jibril datang di sisiku dan memberikan kabar bahwa
diantara penghuni tujuh lapisan langit tertulis, Hamzah bin Abdul Muthalib
asadullah wa asadur rasuluhu (17) (Hamzah bin Abdul Muthalib, singa Allah dan
singa Rasul-Nya).
Diriwayatkan dari Rasulullah saw, “Barang siapa yang
berziarah kepadaku namun tidak berziarah kepada pamanku Hamzah, sama halnya
menyatakan permusuhan kepadaku.” (18)
Rasulullah saw memberikan gelar kepada Hamzah, Sayyidul
Syuhada (penghulu para syuhada). Rasulullah saw begitu memuliakan kesyahidan
Hamzah. Sewaktu meninggalkan bukit Uhud ingin kembali ke kota Madinah,
Rasulullah saw menangis dan juga memerintahkan kepada keluarga kaum Anshar
untuk pergi ke rumah Hamzah guna menangis dan meratap di sana. Kepada kaum
Muslimin Rasulullah saw bersabda, “Pergilah kalian berziarah ke makam Hamzah”.
Rasulullah saw pun selalu berkunjung dan menziarahi para syuhada Uhud,
khususnya di makam Hamzah dan beliau selalu menyampaikan salam kepadanya.
Sewaktu kaum musyrikin meninggalkan gunung Uhud,
Rasulullah saw mendekati para syuhada. Beliau tidak memandikan jenazah Hamzah
dan juga para syuhada lainnya. Beliau saw bersabda, “Kuburkanlah mereka bersama
dengan darah-darah mereka tanpa harus dimandikan. Saya yang akan menjadi saksi
mereka.” Jenazah Hamzah adalah jenazah yang pertama kali Rasulullah saw
mengumandangkan takbir empat kali atasnya. Setelah itu, beliau memerintahkan
sahabat-sahabatnya untuk meletakkan jenazah para syuhada lainnya di sebelah
Hamzah. Rasulullah saw melakukan sholat untuk setiap syuhada. Dan khusus untuk
Hamzah, Rasulullah melakukan shalat sampai tujuh puluh kali. (19)
Atas perintah Rasulullah saw, Hamzah bersama Abdullah bin
Jahasy, syuhada Uhud yang juga dimutilasi dimana telinga dan hidungnya
terpotong dikuburkan dalam satu makam. (20)
Setelah itu Rasulullah saw bersama sahabat-sahabatnya
kembali ke Madinah. Haminah, putri Jahasy dan saudara perempuan Abdullah
menemui Rasulullah saw. Ketika Rasulullah menyampaikan kabar mengenai
kesyahidan Abdullah, Haminah berkata, “Inna lillahi wa inna ilahi raji’un,
saya memohonkan ampun kepada Allah atas kesalahan-kesalahannya.” Setelah itu ia
bertanya mengenai kabar Hamzah. Ketika mendengar kabar kesyahidan Hamzah, ia
kembali mengucapkan hal yang sama dan memohon kepada Allah agar dosa-dosa
keduanya diampuni-Nya.
Perempuan-perempuan Anshar dan Hamzah
Ketika kembali dari Uhud ke Madinah, Rasulullah saw
melihat perempuan-perempuan kaum Anshar menangis dan mengucurkan air mata atas
kesyahidan keluarga mereka sendiri di tempat yang bernama “Bani Abdul Syahl”
dan “Bani Dzapar”. Rasulullah saw pun turut bersedih melihat itu dan bertanya,
“Tetapi mengapa perempuan-perempuan itu tidak menangis untuk Hamzah?” (21)
Sa’ad bin Ma’adz dan Usaid bin Hadhir mendengar perkataan Rasulullah saw ini
lalu kemudian mendekati perempuan-perempuan itu dan berkata, “Pergilah kalian
ke masjid dan turutlah berduka atas kesyahidan Hamzah, paman Rasulullah.”
Mereka pun pergi melakukan apa yang dianjurkan. Rasulullah saw bersabda,
“Semoga Allah merahmati mereka, kembalilah dan janganlah kamu enggan merasakan
penderitaan orang lain."(22) Rasulullah saw juga bersabda, "Semoga
Allah merahmati kaum Anshar, sekarang saya mengetahui, betapa mereka memiliki
kepedulian dan perasaan sepenanggungan, persilakan mereka kembali." (23)
Perempuan kaum Anshar sampai sekarang (kurun ketiga
Hijriyah) jika ada diantara keluarga mereka yang meninggal dunia, mereka lebih
dulu bersedih dan menangis atas meninggalnya Hamzah baru kemudian menangisi
keluarganya sendiri. (24)
Salam atasmu wahai paman Rasulullah dan salam Allah pula
atasmu. Salam atasmu wahai yang telah gugur di jalan Allah!. Salam atasmu wahai
Singa Allah dan singa Rasul-Nya! Kami bersaksi bahwa engkau telah berjihad di
atas agama Allah dan telah mempersembahkan jiwa ragamu dalam membantu
perjuangan Rasulullah. Semoga engkau mendapat kemuliaan di sisi Allah Swt.
Ayat 19 surah Al-Hajj turun di saat perang Uhud tengah
berkecamuk, sewaktu Imam Ali dan Hamzah berhasil membunuh Syaibah, Allah Swt
berfirman, "Inilah dua golongan (golongan mukmin dan kafir) yang bertengkar,
mereka bertengkar mengenai Tuhan mereka." Sebagaimana halnya surah
Ad-Dukhan ayat 16, Surah Al-Qamar ayat 45, Surah Al-Hajj ayat 55 dan Az-Zariyat
ayat 45 turun berkenaan dengan perang Badar.(25)
Hamzah, penghulu para syuhada adalah teladan dalam hal
keimanan, pengorbanan dan keberanian. Kecintaannya kepada Rasulullah dan
jasanya yang besar terhadap Islam membuat namanya abadi dan akan terus hidup
sepanjang sejarah.
Diposkan
9th March 2012 oleh Nadya Alawiyah
0
Tambahkan komentar
Perjalanan
Rasulullah Ke Surga Bersama Dua Tamunya
Kisah
Sahabat Nabi: Amr bin Jamuh, Menggapai Surga dengan Kaki Pincang
Amr bin Jamuh adalah salah seorang pemimpin Yatsrib pada masa jahiliyah. Dia ipar Abdull bin Amr bin Haram, juga kepala suku Bani Salamah yang dihormati yang dihormati karena pemurah dan memiliki peri kemanusiaan yang tinggi serta gemar menolong orang-orang yang membutuhkan
Telah menjadi kebiasaan para bangsawan jahiliyah untuk menempatkan patung di rumah mereka masing-masing. Dengan demikian, mereka bisa mengambil berkah dan dan memuja patung tersebut setiap saat. Selain itu, untuk memudahkan mereka meletakkan sesajen sembari mengadukan keluhan-keluhan mereka pada waktu yang diperlukan.
Patung di rumah Amr bin Jamuh bernama “Manat”. Patung itu terbuat dari kayu, indah dan mahal harganya. Untuk perawatannya, Amr bin Jamuh terkadang harus mengeluarkan biaya yang tidak sedikit. Hampir setiap hari patung itu dibersihkan dan diminyaki dengan wangi-wangian khusus dan mahal.
Berperanglah seperti 'Ashim Bin Tsabit
Rasulullah pernah bersabda,"Siapa saja yang hendak berperang, berperanglah seperti 'Ashim bin Tsabit"
'Ashim bin Tsabit radhiyallahu'anhu adalah sahabat Rasulullah Shallallahu 'alaihi wasallam yang gagah berani. Keperkasaannya ia buktikan di Perang Uhud, sebuah perang yang dijadikan ajang balas dendam oleh kaum musrikin Quraisy atas kekalahan telak mereka di perang Badar. Kejadian perang Uhud merupakan kejadian yang memilukan bagi kaum muslimin, dimana sebagian mereka harus gugur sebagai syahid setelah berperang dengan gagah berani. Salah satu diantara korban dari kaum muslimin adalah 'Ashim bin Tsabit ini. Bagaimana tragedi itu dimulai?
Kisah Sahabat Nabi: Habib bin Zaid, Keteguhan Hati Pembela Rasul
Habib
bin Zaid dibesarkan dalam sebuah rumah yang penuh keharuman iman di setiap
sudutnya, di lingkungan keluarga yang melambangkan pengorbanan.
Ayah Habib, Zaid bin Ashim, adalah salah seorang dari rombongan Yatsrib yang pertama-tama masuk Islam. Zaid termasuk Kelompok 70 orang yang melakukan baiat dengan Rasulullah di Aqabah. Bersama Zaid bin Ashim turut pula di baiat istri dan dua orang putranya.
Ibu Habib, Ummu Amarah Nasibah Al-Maziniyah, merupakan wanita pertama yang memanggul senjata untuk mempertahankan agama Allah dan membela Nabi Muhammad SAW.
Kisah Sahabat Nabi: Imran bin Hushain, Menyerupai Malaikat
Kisah Sahabat Nabi: Imran bin Hushain, Menyerupai Malaikat
Ayah Habib, Zaid bin Ashim, adalah salah seorang dari rombongan Yatsrib yang pertama-tama masuk Islam. Zaid termasuk Kelompok 70 orang yang melakukan baiat dengan Rasulullah di Aqabah. Bersama Zaid bin Ashim turut pula di baiat istri dan dua orang putranya.
Ibu Habib, Ummu Amarah Nasibah Al-Maziniyah, merupakan wanita pertama yang memanggul senjata untuk mempertahankan agama Allah dan membela Nabi Muhammad SAW.
Kisah Sahabat Nabi: Imran bin Hushain, Menyerupai Malaikat
Kisah Sahabat Nabi: Imran bin Hushain, Menyerupai Malaikat
Pada waktu Perang Khaibar, ia datang kepada Rasulullah SAW untuk berbai’at. Dan semenjak ia menaruh tangan kanannya di tangan kanan Rasul, maka tangan kanannya itu memperoleh penghormatan besar. Ia pun bersumpah pada dirinya, tidak akan menggunakannya kecuali untuk perbuatan utama dan mulia.
Pertanda ini merupakan suatu bukti jelas bahwa pemiliknya mempunyai perasaan yang amat halus. Imran bin Hushain merupakan gambaran yang tepat bagi kejujuran, sifat zuhud dan kesalehan serta mati-matian dalam mencintai Allah dan menaati-Nya.
Walaupun memperoleh taufik dan petunjuk Allah yang tiada terkira, namun ia sering menangis mencucurkan air mata. "Kenapa aku tidak menjadi debu yang diterbangkan angin saja," ia kerap meratap.
Diposkan
9th March 2012 oleh Nadya Alawiyah
0
Tambahkan komentar
Jabal Uhud (gunung Uhud), adalah gunung batu berwarna kemerahan, tidaklah begitu besar, tingginya hanya 1.050 meter dan terpisah dari bukit-bukit lainnya. Berlokasi sekitar 5 kilometer sebelah utara kota Madinah.. Bentuk Jabal Uhud, seperti sekelompok gunung yang tidak bersambungan dengan gunung-gunung yang lain. Sementara umumnya bukit di Madinah, berbentuk sambung menyambung. Karena itulah, penduduk Madinah menyebutnya Jabal Uhud yang artinya ‘bukit menyendiri‘.
Jabal Uhud selalu dilewati oleh jamaah yang masuk ke Madinah maupun yang menuju Makkah. Letaknya memang di pinggir jalan raya menuju kedua kota itu.
Di bukit inilah terjadi perang dahsyat antara kaum muslimin melawan kaum musyrikin Mekah. Dalam pertempuran tersebut gugur 70 orang syuhada di antaranya Hamzah bin Abdul Muthalib, paman Nabi Muhammad saw. Kecintaan Rasulullah saw pada para syuhada Uhud, membuat beliau selalu menziarahinya hampir setiap tahun. Untuk itu, Jabal Uhud menjadi salah satu tempat penting untuk diziarahi.
Anas radhiyallahu
anhu meriwayatkan bahwa Nabi Muhammad saw memandang ke Uhud sambil
bersabda,”Sesungguhnya Uhud adalah gunung yang sangat mencintai kita, dan kita
pun mencintainya.” (HR. Muslim, No: 1393).
Disunnahkan ketika
berziarah ke Jabal Uhud ini kita member salam kepada para suhada Uhud serta
mendoakannya. Sebelum dibangun jalan baru yang
menghubungkan Kota Makkah dan Madinah oleh pemerintah Kerajaan Saudi, Jabal
Uhud selalu dilewati oleh jamaah yang hendak menuju Madinah maupun yang menuju
Makkah. Letaknya memang di pinggir jalan raya menuju kedua kota itu.
Namun, sejak tahun 1984, perjalanan jamaah haji dari Makkah ke Madinah atau dari Madinah ke Jeddah, tidak lagi melalui jalan lama tersebut. Melainkan melalui jalan baru yang tidak melewati pinggir jabal.
Sejarah Jabal Uhud
Di kawasan Uhud itu, pertempuran spiritual dan politik dalam arti sebenarnya memang terjadi. Ketika itu, pasukan diberi pilihan antara kesetiaan pada agama dan kecintaan pada harta. Melihat lokasi dan kawasan perbukitan yang mengelilinginya, maka orang bisa membayangkan bagaimana sulitnya medan perang ketika itu.
Perang di kawasan Uhud, bermula dari keinginan balas dendam kaum kafir Quraisy seusai kekalahan mereka dalam Perang Badar. Mereka berencana menyerbu umat Islam yang ada di Madinah. Peristiwanya terjadi pada 15 Syawal 3 H, atau sekitar bulan Maret 625.
Menghadapi rencana penyerbuan tersebut, Rasulullah saw memerintahkan barisan pasukan Muslimin menyongsong kaum kafir itu di luar Kota Madinah. Strategi pun disusun. Sebanyak 50 pasukan pemanah, oleh Rasulullah saw yang memimpin langsung pasukannya, ditempatkan di atas Jabal Uhud. Mereka diperintahkan menunggu di bukit tersebut, untuk melakukan serangan apabila kaum Quraisy menyerbu, terutama pasukan berkudanya. Sedangkan pasukan lainnya, menunggu di celah bukit.
Maka, perang antara pasukan kaum Muslimin yang berjumlah 700 orang melawan kaum musyrikin Makkah yang berjumlah 3.000 orang, akhirnya berkobar. Dalam perang dahsyat itu pasukan Muslimin sebenarnya sudah memperoleh kemenangan yang gemilang.
Namun, kemenangan tersebut berbalik menjadi kisah pilu, karena pasukan pemanah kaum Muslimin yang tadinya ditempatkan di Bukit Uhud, tergiur barang-barang kaum musyrikin yang sebelumnya sempat melarikan diri. Melihat kaum musyrikin melarikan diri dan barang bawaannya tergeletak di lembah Uhud, pasukan pemanah meninggalkan posnya dengan menuruni bukit. Padahal, sebelumnya Rasulullah saw telah menginstruksikan agar tidak meninggalkan Bukit Uhud, walau apa pun yang terjadi.
Adanya pengosongan pos oleh pemanah tersebut digunakan oleh panglima kaum musyrikin, Khalid bin Walid (sebelum masuk Islam) untuk menggerakkan kembali tentaranya guna menyerang umat Islam. Khalid bin Walid ini, sebelumnya memang digambarkan sebagai seorang ahli strategi yang memimpin tentara berkuda.
Akibat serangan balik tersebut, umat Islam mengalami kekalahan tidak sedikit. Sebanyak 70 orang sahabat gugur sebagai syuhada. Termasuk paman Rasulullah saw, Hamzah bin Abdul Muthalib. Rasulullah saw sangat bersedih atas kematian pamannya tersebut.
Kematian paman Rasulullah saw ini, akibat ulah Hindun binti Utbah, istri seoran kaum musyrikin, yang mengupah Wahsyi Alhabsyi, seorang budak, untuk membunuh Hamzah. Tindakan balas dendam dilakukan Hindun, karena ayahnya dibunuh oleh Hamzah dalam Perang Badar. Wahsyi dijanjikan akan mendapat kemerdekaan bila dapat membunuh Hamzah dalam peperangan ini.
Dalam pertempuran itu, Rasulullah saw juga mengalami luka-luka yang cukup parah. Bahkan, sahabat-sahabatnya yang menjadi perisai pelindung Rasulullah saw, gugur dengan tubuh dipenuhi anak panah.
Setelah perang usai dan kaum musyrikin mengundurkan diri kembali ke Makkah, Nabi Muhammad saw memerintahkan agar para sahabatnya yang gugur dimakamkan di tempat mereka roboh, sehingga ada satu liang kubur untuk memakamkan beberapa syuhada. Jenazah para syuhada Uhud ini, akhirnya dimakamkan dekat lokasi perang serta dishalatkan satu per satu sebelum dikuburkan.
Adapun Sayidina Hamzah bin Abdul Muthalib, dishalatkan sebanyak 70 kali. Beliau pun dimakamkan menjadi satu dengan Abdullah bin Jahsyi (sepupu Nabi Muhammad saw) di lokasi terpisah dengan lokasi para syuhada yang lain.
Kini, jika kita datang ke lokasi tersebut, kompleks pemakaman itu akan terlihat sangat sederhana, hanya dikelilingi pagar setinggi 1,75 meter. Dari luar hanya ada jeruji, sehingga jamaah bisa melongok sedikit ke dalam. Bahkan, di dalam areal permakaman yang dikelilingi pagar itu, tidak ada tanda-tanda khusus seperti batu nisan, yang menandakan ada makam di sana.
Namun demikian, ziarah ke Jabal Uhud telah menjadi menu penting bagi segenap jamaah haji atau umrah, ketika berada di Kota Suci Madinah. Dari manapun mereka berasal, mereka bisanya akan berusaha berziarah ke kompleks makam tersebut.
Seperti yang dikisahkan, lantaran kecintaan Rasulullah saw kepada para syuhada Uhud, beliau senantiasa berziarah ke Jabal Uhud hampir setiap tahun. Langkah beliau kemudian juga diikuti oleh beberapa sahabat sesudah Rasulullah saw wafat. Bahkan, dikisahkan bahwa Umar dan Abubakar, juga selalu mengingatkan Rasul jika perjalanannya telah mendekati Uhud.
Namun, sejak tahun 1984, perjalanan jamaah haji dari Makkah ke Madinah atau dari Madinah ke Jeddah, tidak lagi melalui jalan lama tersebut. Melainkan melalui jalan baru yang tidak melewati pinggir jabal.
Sejarah Jabal Uhud
Di kawasan Uhud itu, pertempuran spiritual dan politik dalam arti sebenarnya memang terjadi. Ketika itu, pasukan diberi pilihan antara kesetiaan pada agama dan kecintaan pada harta. Melihat lokasi dan kawasan perbukitan yang mengelilinginya, maka orang bisa membayangkan bagaimana sulitnya medan perang ketika itu.
Perang di kawasan Uhud, bermula dari keinginan balas dendam kaum kafir Quraisy seusai kekalahan mereka dalam Perang Badar. Mereka berencana menyerbu umat Islam yang ada di Madinah. Peristiwanya terjadi pada 15 Syawal 3 H, atau sekitar bulan Maret 625.
Menghadapi rencana penyerbuan tersebut, Rasulullah saw memerintahkan barisan pasukan Muslimin menyongsong kaum kafir itu di luar Kota Madinah. Strategi pun disusun. Sebanyak 50 pasukan pemanah, oleh Rasulullah saw yang memimpin langsung pasukannya, ditempatkan di atas Jabal Uhud. Mereka diperintahkan menunggu di bukit tersebut, untuk melakukan serangan apabila kaum Quraisy menyerbu, terutama pasukan berkudanya. Sedangkan pasukan lainnya, menunggu di celah bukit.
Maka, perang antara pasukan kaum Muslimin yang berjumlah 700 orang melawan kaum musyrikin Makkah yang berjumlah 3.000 orang, akhirnya berkobar. Dalam perang dahsyat itu pasukan Muslimin sebenarnya sudah memperoleh kemenangan yang gemilang.
Namun, kemenangan tersebut berbalik menjadi kisah pilu, karena pasukan pemanah kaum Muslimin yang tadinya ditempatkan di Bukit Uhud, tergiur barang-barang kaum musyrikin yang sebelumnya sempat melarikan diri. Melihat kaum musyrikin melarikan diri dan barang bawaannya tergeletak di lembah Uhud, pasukan pemanah meninggalkan posnya dengan menuruni bukit. Padahal, sebelumnya Rasulullah saw telah menginstruksikan agar tidak meninggalkan Bukit Uhud, walau apa pun yang terjadi.
Adanya pengosongan pos oleh pemanah tersebut digunakan oleh panglima kaum musyrikin, Khalid bin Walid (sebelum masuk Islam) untuk menggerakkan kembali tentaranya guna menyerang umat Islam. Khalid bin Walid ini, sebelumnya memang digambarkan sebagai seorang ahli strategi yang memimpin tentara berkuda.
Akibat serangan balik tersebut, umat Islam mengalami kekalahan tidak sedikit. Sebanyak 70 orang sahabat gugur sebagai syuhada. Termasuk paman Rasulullah saw, Hamzah bin Abdul Muthalib. Rasulullah saw sangat bersedih atas kematian pamannya tersebut.
Kematian paman Rasulullah saw ini, akibat ulah Hindun binti Utbah, istri seoran kaum musyrikin, yang mengupah Wahsyi Alhabsyi, seorang budak, untuk membunuh Hamzah. Tindakan balas dendam dilakukan Hindun, karena ayahnya dibunuh oleh Hamzah dalam Perang Badar. Wahsyi dijanjikan akan mendapat kemerdekaan bila dapat membunuh Hamzah dalam peperangan ini.
Dalam pertempuran itu, Rasulullah saw juga mengalami luka-luka yang cukup parah. Bahkan, sahabat-sahabatnya yang menjadi perisai pelindung Rasulullah saw, gugur dengan tubuh dipenuhi anak panah.
Setelah perang usai dan kaum musyrikin mengundurkan diri kembali ke Makkah, Nabi Muhammad saw memerintahkan agar para sahabatnya yang gugur dimakamkan di tempat mereka roboh, sehingga ada satu liang kubur untuk memakamkan beberapa syuhada. Jenazah para syuhada Uhud ini, akhirnya dimakamkan dekat lokasi perang serta dishalatkan satu per satu sebelum dikuburkan.
Adapun Sayidina Hamzah bin Abdul Muthalib, dishalatkan sebanyak 70 kali. Beliau pun dimakamkan menjadi satu dengan Abdullah bin Jahsyi (sepupu Nabi Muhammad saw) di lokasi terpisah dengan lokasi para syuhada yang lain.
Kini, jika kita datang ke lokasi tersebut, kompleks pemakaman itu akan terlihat sangat sederhana, hanya dikelilingi pagar setinggi 1,75 meter. Dari luar hanya ada jeruji, sehingga jamaah bisa melongok sedikit ke dalam. Bahkan, di dalam areal permakaman yang dikelilingi pagar itu, tidak ada tanda-tanda khusus seperti batu nisan, yang menandakan ada makam di sana.
Namun demikian, ziarah ke Jabal Uhud telah menjadi menu penting bagi segenap jamaah haji atau umrah, ketika berada di Kota Suci Madinah. Dari manapun mereka berasal, mereka bisanya akan berusaha berziarah ke kompleks makam tersebut.
Seperti yang dikisahkan, lantaran kecintaan Rasulullah saw kepada para syuhada Uhud, beliau senantiasa berziarah ke Jabal Uhud hampir setiap tahun. Langkah beliau kemudian juga diikuti oleh beberapa sahabat sesudah Rasulullah saw wafat. Bahkan, dikisahkan bahwa Umar dan Abubakar, juga selalu mengingatkan Rasul jika perjalanannya telah mendekati Uhud.
Rasulullah
saw bersabda,”Mereka yang dimakamkan di Uhud tak memperoleh tempat lain
kecuali ruhnya berada did alam burung hijau yang melintasi sungai Surgawi.
Burung itu memakan makanan dari taman surga, dan tak pernah kehabisan makanan.
Pada syuhada itu berkata siapa yang akan menceritakan kondisi kami kepada
saudara kami bahwa kami sudah berada di surga.”
Maka Allah SWT
berfirman ,” Aku yang akan memberi kabar kepada mereka.” Maka dari situ
kemudian turun ayat yang berbunyi,” Dan janganlah mengira bahwa orang yang
terbunuh di jalan Allah SWT itu meninggal (Qs 3:169)
Hingga kini, Jabal
Uhud menjadi tempat penting untuk diziarahi oleh para jamaah haji. Di tempat
ini, biasanya banyak mutawwif yang memandu memimpin doa. Di dalam buku panduan
haji sendiri telah dicantumkan doa ketika ziarah ke Bukit Uhud. Biasanya di
tempat ini panas amat terik. Ada yang menganjurkan berziarah ke Uhud
pada hari Kamis dan Jumat sebagaimana Rasulullah saw melakukan
Makam para syuhada Uhud
Makam Sayyidina
Hamzah bin Abdul Muthalib (paman Nabi Muhammad saw) dan Abdullah bin Jahsyi
(sepupu Nabi Muhammad saw) ditandai dengan batu-batu hitam. Sedangkan 68 makam
syuhada berada di sampingnya tanpa ada tanda.
Komentar
Posting Komentar