- Pengertian metodologi studi islam dan ruang lingkupnya
1.
Pengertian metodologi
Menurut
bahasa (etimologi), metode berasal dari bahasa Yunani, yaitu meta (sepanjang), hodos (jalan). Jadi, metode adalah suatu ilmu
tentang cara atau lanhkah-langkah yang di tempuh dalam suatu disiplin tertentu
untuk mencapai tujuan tertentu. Metode berarti ilmu cara menyampaikan sesuatu
kepada orang lain. Metode juga disebut pengajaran atau penelitian.
Menurut
istilah (terminologi), metode adalah ajaran yang memberi uraian, penjelasan,
dan penentuan nilai. Metode biasa digunakan dalam penyelidikan keilmuan. Hugo
F. Reading mengatakan bahwa metode adalah kelogisan penelitan ilmiah, sistem
tentang prosedur dan teknik riset.
Ketika metode digabungkan dengan kata logos maknanya
berubah. Logos berarti “studi tentang” atau “teori tentang”. Oleh karena itu, metodologi
tidak lagi sekedar kumpulan cara yang sudah diterima(well received) tetapi
berupa berupa kajian tentang metode. Dalam metodologi dibicarakan kajian
tentang cara kerja ilmu pengetahuan. Pendek kata, bila dalam metode tidak ada
perbedaan, refleksi dan kajian atas cara kerja ilmu pengetahuan, sebaliknya
dalam metodologi terbuka luas untuk mengkaji, mendebat, dan merefleksi cara
kerja suatu ilmu. Maka dari itu, metodologi menjadi menjadi bagian dari
sistematika filsafat, sedangkan metode tidak.[2]
Metodologi
adalah ilmu cara- cara dan langkah- langkah yang tepat ( untuk menganalisa
sesuatu) penjelasan serta
menerapkan cara.[3]
Istilah
metodologi studi islam digunakan ketika seorang ingin membahas kajian- kajian
seputar ragam metode yang biasa digunakan dalam studi islam. Sebut saja
misalnya kajian atas metode normative, historis, filosofis, komparatif dan lain
sebagainya. Metodologi studi islam mengenal metode- metode itu sebatas
teoritis. Seseorang yang mempelajarinya juga belum menggunakannya dalam praktik.
Ia masih dalam tahap mempelajari secara teoritis bukan praktis.
2.
Ruang lingkup studi Islam:
Agama sebagai obyek studi minimal dapat dilihat dari segi sisi:
a.
Sebagai doktrin dari Tuhan yang
sebenarnya bagi para pemeluknya sudah final dalam arti absolute, dan diterima
apa adanya.
b.
Sebagai gejala budaya, yang
berarti seluruh yang menjadi kreasi manusia dalam kaitannya dengan agama,
termasuk pemahaman orang terhadap doktrin agamanya.
c.
Sebagai interaksi social, yaitu
realitas umat Islam.
Bila islam dilihat dari tiga sisi, maka ruang lingkup studi islam dapat
dibatasi pada tiga sisi tersebut. Oleh karena sisi doktrin merupakan suatu
keyakinan atas kebenaran teks wahyu, maka hal ini tidak memerlukan penelitian
didalamnya.
- Pendekatan-pendekatan dalam metodologi studi islam
Dewasa ini
kehadiran agama semakin dituntut agar ikut terlibat secara aktif diberbagai
masalah yang dihadapi umat manusia. Agama tidak boleh hanya dijadikan sekadar
menjadi lambang kesalehan atau berhenti sekadar disampaikan dalam khotbah, melainkan
secara konsepsional menunujukkan cara-cara yang paling efektif dalam memecahkan
masalah. . Adapun pendekatan yang dimaksud di sini (bukan dalam konteks
penelitian), namun cara pandang atau paradigma yang terdapat dalam satu bidang
ilmu yang selanjutnya digunakan dalam memahami agama
Diketahui bahwa islam sebagai agama yang memiliki
banyak dimensi, yaitu mulai dari dimensi keimanan, akal pikiran, ekonomi, politik,
ilmu pengetahuan dan teknologi, lingkungan hidup, sejarah, perdamaian, sampai
pada kehidupan rumah tangga, dan masih banyak lagi. Untuk memahami berbagai
dimensi ajaran islam tersebut jelas memerlukan berbagai pendekatan yang digali
dari berbagai disiplin ilmu. Di dalam Alqur’an yang merupakan sumber ajaran
Islam, misalnya dijumpai ayat- ayat tentang proses pertumbuhan dan perkembangan
anatomi tubuh manusia. Untuk menjelaskan masalah ini jelas memerlukan dukungan
ilmu anatomi tubuh manusia. Selanjutnya untuk membahas ayat- ayat yang
berkenaaan dengan masalah tanaman dan tumbuh- tumbuhan jelas memerlukan bantuan
ilmu pertanian.
Berkenanaan
dengan pemikiran diatas, maka kita
perlu mengetahui dengan jelas pendekatan-pendekatan yang dapat digunakan dalam
memahamai agama. Hal ini perlu dilakukan, karena melalui pendekatan tersebut
kehadiran agama secara fugsional dapat dirasakan oleh penganutnya. Sebaliknya
tanpa mengetahui berbagai pendekatan tersebut, tidak mustahil agama menjadi
sulit dipahami oleh masyarakat, tidak fungsional, dan akhirnya masyarakat
mencari pemecahan masalah kepada selain agama, dan hal ini tidak boleh terjadi.
Untuk lebih jelasnya pendekatan tersebut dapat kita pelajari sebagai berikut:
a.
Pendekatan Sosiologis
Sosiologi
adalah ilmu yang mempelajari hidup bersama dalam masyarakat dan menyelidiki
ikatan-ikatan antara manusia yamng menguasai hidupnya. Sosiologi mencoba
mengerti sifat dan maksud hidup bersama, cara yang terbentuk dan tumbuh serta
berubahnya perserikatan-perserikatan hidup itu serta pula kepercayaannya,
keyakinan yang memberi sifat tersendiri kepada cara hidup bersama itu dalam
tiap persekutuan hidup manusia.
Harus ditegaskan disini bahwa orang yang pertama kali
menggagas sekaligus memperaktikkan sosiologi sebagai sebuah disiplin ilmu baru
yang mandiri adalah ibn khaldun. Namun, sebagian besar sosiolog memandang kontribusi
ibn khaldun begitu kecil dalam sosiologi. Mereka lebih mengakui karl max dan
august comte sebagai seorang yang yang paling berjasa bagi disiplin ilmu
sosiologi.[4]
Pendekatan sosiologis dibedakan dari pendekatan studi
agama lainnya karena fokus perhatiannya pada interaksi antara agama dan
masyarakat. Teori sosiologis tentang watak agama serta kedudukan dan
signifikansinya dalam dunia sosial, mendorong di tetapkannya serangkaian
kategori-kategori sosiologis, meliputi:
1.
Stratifikasi sosial, seperti kelas
dan etnisitas
2.
Kategori bisosial, seperti seks,
gender perkawinan, keluarga masa kanak-kanak dan usia
3.
Pola organisasi sosial, meliputi
politik, produksi ekonomis, sistem-sistem pertukaran dan birokrasi.
4.
Proses sosial, seperti formasi
batas, relasi intergroup, interaksi personal, penyimpangan, dan globalisasi.[5]
Dalam al-quran terdapat tuntunan yang banyak membicarakan
realitas tertinggi yang menunjukan bahwa ia, secara filosofis, tidak menerima
selainnya. Namun disisi lain (sosiologis), ia juga dengan sangat toleran
menerima kehadiran keyakinan lain (lakum dinukum waliyaddin).[6]
b.
Pendekatan Historis
Sejarah
atau historis adalah suatu ilmu yang membahas berbagai peristiwa dengan
memperhatikan unsur tempat, waktu, objek, latar belakang, dan pelaku dari
peristiwa tersebut. Menurut ilmu ini, segala peristiwa dapat dilacak dengan
melihat kapan peristiwa itu terjadi, dimana, apa sebabnya, siapa yang terlibat
dalam peristiwa tersebut, dan lain sebagainya.[7]
Pendekatan kesejarahan ini amat dibutuhkan dalam
memahami agama, karena agama itu sendiri turun dalam situasi yang kongkrit
bahkan berkaitan dengan kondisi social kemasyarakatan. Dalam kontek ini
Kuntowijaya telah melakukan studi yang mendalam terhadap agama yang dalam hal
ini islam menurut pendekatan sejarah. Ketika ia mempelajari Al-qur’an, ia
sampai pada kesimpulan bahwa dasarnya kandungan Al-qur’an itu menjadi dua
bagian. Bagian pertama berisi konsep-konsep dan bagian kedua berisi kisah-kisah
sejarah dan perumpamaan.
Melalui
pendekatan sejarah ini seseorang diajak menukik dari alam idealis ke alam yang bersifat empirism
dan mendunia. Dari kedaan ini seseorang akan melihat adanya kesenjangan atau
keselarassan antara yang terdapat dalam alam idealis dengan yang ada dalam
empiris dan historis.
Pendekatan kesejarahan ini amat dibutuhkan dalam memahami agama, karena Agama
itu sendiri turun dalam situasi yang konkret bahkan berkaitan dengan kondisi
sosial kemasyarakatan.
c.
Pendekatan Antropologis
Pendekatan
ini dapat diartikan sebagai salah satu upaya dalam memahamai agama dengan cara
melihat wujud praktek keagamaan yang tumbuh dan berkembang dalam masyarakat.
Melalui perndekatan ini agama tamapak lebih akrab dan dekat dengan
masalah-masalah yang dihadapi manusia dan berupaya menjelaskan dan memberikan
jawabannya.
Dalam
berbagai penelitian antropologi. Agama dapat ditemukan adanya hubungan positif
antara kepercayaan agama dengan kondisi ekonomi dan politik golongan masyarakat
yang kurang mampu pada umumnya lebih tertarik kepada gerakan-gerakan keagamaan
yang mesianis, yang menjanjikan perubahan tatanan sosial masyarakat. Sedangkan
golongan orang yang kaya lebih cenderung untuk mempertahankan tatanan
masyarakat yang sudah mapan secara ekonomi lantaran tatanan itu menguntungkan
pihaknya.
Melalui pendekatan antropologi sosok agamayang berada
pada daratan empiric akan dapat dilihat serat-seratnya dan latar belakang
mengapa ajaran agama tersebut muncul dan dirumuskan. Antropologi berupaya
melihat hubungan antara agama dengan berbagai pranata yang terjadi
dimasyarakat.[8]
Dalam
pendekatan ini kita melihat bahwa agama ternyata berkorelasi dengan etos kerja
dan perkembangan ekonomi suatu masyarakat. Dalam hubungan ini, jika ingin
mengubah pandangan dan sikap etos kerja seseorang maka dapat dilakukan dengan
cara mengubah pandangan keagamaan. Selanjutnya melalui pendekatan antropologis
ini, kita dapat melihat agama dalam hubungannya dengan mekanisme
pengorganisasian.
Salah satu konsep kunci
terpenting dalam antropologi adalah modern adalah holisme, yakni pandangan
bahwa prakyik-praktik sosial harus diteliti dalam konteks dan secara esensial
dilihat sebagai praktik yang berkaitan dengan yang lain dalam masyarakat yang
sedang diteliti. Para antropologis harus melihat agama dan praktik-praktik
pertanian, kekeluargaan dan politik, magic dan pengobatan (secara bersama-sama
maka agama tidak bisa dilihat sebagai system otonom yang tidak terpengaruh oleh
praktik-praktik sosial lainnya.[9]
d.
Pendekatan Psikologi
Psikologi atau ilmu jiwa adalah jiwa yang mempelajari jiwa
seseorang melalui gejala perilaku yang dapat diamatinya. Menurut Zakiah
Daradjat, perilaku seseorang yang tampak lahiriah terjadi karena dipengaruhi
oleh keyakinan yang dianutnya. Ilmu jiwa agama sebagaimana yang dikemukakan
Zakiah Daradjat, tidak akan mempersoalkan benar tidaknya suatu agama yang
dianut seseorang, melainkan yang dipentingkan adalah bagaimana keyakinan agama
tersebut terlihat pengaruhnya dalam perilaku penganutnya.
Dengan ilmu jiwa ini seseorang selain akan
mengetahui tingkat keagamaan yang dihayati, dipahami dan diamalkan seseorang
juga dapat digunakan sebagai alat untuk memasukkan agama ke dalam jiwa
seseorang sesuai dengan tingkatan uasianya. Dengan ilmu agama akan menemukan
cara yang tepat dan cocok untuk menanamkannya.
Label “psikologi agama” seolah menunjukan bahwa
bidang ini merupakan cabang psikologi yang concern dengan subjek agama, sejajar
dengan psikologi pendidkan, atau psikologi olahraga, atau psikologi klinis.
Akan tetapi kenyataanya, psikologi agama berada di bagian luar mainstream
psikologi
Komentar
Posting Komentar